Monday, October 29, 2018

Analisis dari Sudut Pandang Komunikasi Negosiasi


1. Kasus Timor Timur
Salah satu langkah krusial dalam sejarah persatuan dan kesatuan Negara Indonesia adalah keputusan untuk melepaskan Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah proses integrasi Timor Timur ke Indonesia, daerah ini tidak lepas dari konflik secara internal yang mengharuskan Indonesia mengambil tindakan militer untuk menghentikan pemberontakan. Pihak yang menginginkan Timor Timur merdeka dari Indonesia melakukan lobi atau negosiasi ke organisasi dunia dan negara-negara di dunia khususnya Australia untuk mendapatkan dukungan. Berbagai tekanan internasional kemudian diberikan kepada Indonesia karena dianggap melakukan pelanggaran hak azasi manusia di Timor Timur.
Akhirnya referendum dilaksanakan dengan hasil rakyat Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia. Hasil tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas oleh unsur-unsur pro-integrasi. Selanjutnya Australia memainkan  peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional terhadap krisis kemanusiaan yang membayang nyata. Indonesia menyetujui keterlibatan angkatan internasional pemelihara keamanan di kawasan ini. Australia diminta oleh PBB untuk memimpin angkatan tersebut, dan menerima tugas ini.
Tercapainya perdamaian di Australia diikuti lobi Australia kepada Timor Leste terkait dengan Celah Timor. Dalam www.tempo.co.id edisi 23 Februari 2004 memberitakan Presiden Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Kay Rala Xanana Gusmau menyambut baik permintaan Indonesia untuk membicarakan kembali masalah Celah Timor (Timor Gap) dengan melibatkan tiga negara, masing-masing Timor Leste, Indonesia, dan Australia.
Lobi atau negosiasi Indonesia kepada Timor Leste dilakukan melalui Kelompok Kerja (Pokja) Celah Timor dan Pulau Pasir. Presiden Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Kay Rala Xanana Gusmau menyambut baik dengan mengirimkan Nota Dinas Kepresidenan yang ditujukan kepada Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang juga Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Celah Timor dan Pulau Pasir, Ferdi Tanoni.
Bagi Australia dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian Celah Timor otomatis melibatkan dua pihak saja yakni Timor Leste dengan Australia. Itikad baik ditunjukkan oleh Timor Leste untuk melakukan kompromi dengan kesediaan duduk bersama membicarakan masalah Celah Timor secara multilateral antara Indonesia, Australia dan Timor Leste. Dengan duduk bersama diharapkan akan mendapatkan keputusan yang saling menguntungkan bagi semua pihak.

2. Kasus Penyadapan Australia terhadap Indonesia
Beberapa reaksi Pemerintah Indonesia bagaimanapun direspon oleh Australia terkait adanya kasus penyadapan terhadap sejumlah tokoh penting di Indonesia. Artinya dalam hal ini Australia tetap melakukan instropeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan walaupun dalam kadar yang belum optimal.
Sebelumnya Indonesia  Australia telah mempunyai kesepakatan kerjasama yang telah dilakukan dan tertuang dalam Lombok Treaty tahun 2006. Lombok Treaty meliputi 21 area kerjasama untuk 10 bidang di antaranya kerjasama di bidang pertahanan, keamanan laut, keselamatan dan keamanan penerbangan, terorisme, penegakan hukum, dan intelijen.
Dengan adanya penyadapan ini tentu saja mencederai kepercayaan yang sudah terjalin dan tertuang dalam Lombok Treaty tersebut. Dengan perkembangan yang terjadi akibat adanya penyadapan sepertinya kedua belah pihak juga tetap ingin mempertahankan hubungan yang baik dan tidak bersifat konfrontatif.
Secara mendasar Indonesia dan Australia sama-sama tetap merasa bahwa hubungan bilateral kedua negara sangat penting dan hubungan baik menjadi yang utama sehingga perlu dilakukan langkah-langkah kompromi.
Pernyataan penyesalan yang mendalam, yang disampaikan Tony Abbott serta surat jawaban atas nota protes Presiden SBY menjadi awal agak melumernya hubungan Indonesia-Australia yang sempat memanas.
Melalui negosiasi yang dilakukan antara Badan Intelijen Indonesia dan pihak intelijen Australia telah dicapai kesepakatan. Australia mengakui secara gamblang adanya penyadapan yang dilakukan sejak tahun 2007 sampai dengan 2009.  Pihak intelijen Australia berjanji tidak akan mengulangi tindakan penyadapan tersebut (Jawa Pos, 21 November 2013).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop mengadakan pertemuan untuk membahas kelanjutan hubungan kedua negara di Jakarta pada tanggal 5 Desember 2013. Pihak Australia memenuhi permintaan Indonesia untuk berkomitmen bahwa di masa mendatang tidak akan melakukan aksi dan menggunakan sumber daya dalam bentuk apa pun, termasuk intelijen, untuk membahayakan Indonesia. Di sisi lain tidak memenuhi permintaan Indonesia untuk menyatakan permintaan maaf namun hanya pernyataan penyesalan yang mendalam termasuk penyesalan atas memburuknya hubungan kedua negara (Jawa Pos, 8 Desember  2013).
Artinya kesepakatan yang didapat belum merupakan win-win solution bagi kedua belah pihak. Bagaimanapun hasil akhir negosiasi-negosiasi hampir pasti terkait langsung dengan kekuasaan dan hubungan saling ketergantungan antara para negosiator.

No comments: