A. Teori Keagenan (AgencyTheory)
Teori
keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini, karena
teori keagenan ini mampu menjelaskan corporate governance. Teori keagenan ingin
menyelesaikan masalah yang timbul dari hubungan keagenan yakni ketika principal
tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah agent sudah bertindak dengan tepat,
dan ketika principal memiliki pandangan yang berbeda dengan agent terkait
risiko (Eisenhardt, 1989). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency
theory menjelaskan hubungan keagenan yang terjadi antara satu atau lebih orang
(principal) dengan orang lain (agent) dalam sebuah kontrak, dimana agent
diminta untuk mewakili principal dalam membuat keputusan.
Menurut Eisenhard (1989),
teori keagenan memiliki tiga asumsi, yaitu: 1) asumsi tentang sifat manusia,
yaitu sifat manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri (self interest),
keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan (bounded
rationality), dan cenderung untuk menghindari risiko; 2) asumsi tentang
keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan
asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen; dan 3) asumsi
tentang informasi, adalah informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat
diperjualbelikan. Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan terus meningkat,
karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap saat. Sebaliknya,
agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai penting mengenai
kapasitas diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal
inilah yang menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi
antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan
tersebut, antara lain: 1) moral hazard adalah permasalahan yang muncul karena
agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama sesuai kontrak
kerja; dan 2) adverse selection adalah prinsipal tidak mengetahui bahwa
keputusan yang diambil oleh agen merupakan keputusan yang sesuai dengan
informasi yang diterima oleh prinsipal atau terjadi kelalaian dalam bertugas.
B.
Teori Perilaku Terencana (Theory
Of Planned Behavior)
Theory of
planned behavior (TPB) yang telah dikembangkan oleh Icek Ajzen
(1988) dalam Damayanti (2012) merupakan pengembangan atas Theory Of Reasoned Action (TRA) yang dirancang untuk berhubungan
dengan perilaku-perilaku individu. Di dalam TPB ditambahkan sebuah variabel
yang belum diterapkan pada TRA yaitu kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Secara
eksplisit, TPB mengenal kemungkinan bahwa tidak semua perilaku dilakukan secara
penuh dibawah kendali individu maupun kelompok, sehingga konsep kontrol
perilaku yang dipersepsikan ditambahkan untuk mengatasi perilaku-perilaku
semacam ini.
Teori ini dianggap relevan dan
mampu memperkuat teori atribusi yang sebelumnya telah diuraikan di atas dalam
menjelaskan variabel-variabel penelitian. Kesan yang terbentuk dalam mindset
individu akan mempengaruhi niat atau keyakinan pada diri individu tersebut
sebelum melakukan sesuatu. Keyakinan terhadap hasil yang dia peroleh dari
perilakunya kemudian berdampak pada apakah dia akan memenuhi kewajiban
perpajakannya atau tidak.
No comments:
Post a Comment