Monday, October 29, 2018

TEORI KONFLIK


I. Teori Konflik
Menurut Alo Liliweri (2004: 254-255) terdapat 6 teori yang menjelaskan mengenai konflik, yaitu:
  1. Teori Hubungan Masyarakat
Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu organisasi. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah:
a.       Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik,
b.      Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

  1. Teori Negosiasi Prinsip
Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a.       Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap,
b.      Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

  1. Teori Kebutuhan Manusia
Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam (latent conflict) disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia: fisik, mental, dan sosial. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a.       Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu,
b.      Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

  1. Teori Identitas
Asumsi teori ini menyatakan bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a.       Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik. Mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka,
b.      Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

  1. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a.       Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain,
b.      Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain,
c.       Meningkatkan keefektifan komunikasi antar budaya.

  1. Teori Transformasi Konflik
Asumsi teori ini bahwa konflik disebabkan oleh masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a.       Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, ternasuk kesenjangan ekonomi,
b.      Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
c.       Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

II. Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain (Juanita, 2002: 5):

  1. Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya apa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.

  1. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
  
  1. Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.

  1. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat
Spiegel (1994 dalam Juanita, 2002: 6) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik:
a.       Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b.      Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.

c.       Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d.      Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).

e.       Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan.

Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara:
1.      Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja,
2.      Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja,
3.      Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti: menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja,
4.      Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama,
5.      Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan,
6.      Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan,
7.      Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama,
8.      Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.

III. Pengelolaan Konflik dalam Organisasi
Secara umum strategi dalam pengelolaan konflik yang diajukan oleh Frost dan Wilmot (Usman, 2004: 226-227) terdiri atas empat bagian, yaitu:
  1. Menghindar, cara ini tergolong paling tradisional, yakni menjauhkan diri atau organisasi dari konflik.
  2. Eskalasi, kebalikan dari menghindar, yaitu meningkatkan intensitas pertentangan.
  3. Reduksi, menurunkan intensitas pertentangan.
  4. Pemeliharaan, menjaga keseimbangan agar konflik yang tetap ada namun dalam kadar normal.
        Pendapat lain tentang strategi mengatasi konflik diungkapkan oleh Dunnete (dalam Usman 2004: 227), yakni sebagai berikut:
  1. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing) atau persaingan (competing)
  2. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran (avoiding)
  3. Jika kerjasama dan kepuasan diri seimbang (cukup), maka gunakan kompromi
  4. Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan kolaboratif
  5. Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghalusan (smoothing).
          Ke semua rumusan strategi yang dipaparkan tersebut sesungguhnya mengandung nilai situasional yang sangat kental. Dengan kata lain tidak ada cara terbaik dalam mengatasi sebuah konflik. Sebagai contoh adalah gagasan Dunnete yang secara eksplisit memperlihatkan kontingensi. Forcing atau pemaksaan menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki. Catatan penting terhadap strategi ini adalah bahwa pemaksaan hanya cocok untuk melaksanakan perubahan penting dan mendesak. Kehati-kehatian sangat diperlukan ketika mengggunakan strategi ini karena salah-salah hanya akan menimbulkan bentuk-bentuk perlawanan atau sabotase. Untuk langkah kedua yaitu avoiding, lebih tepat digunakan pada pihak yang tidak tergantung pada pihak lawan serta tidak memiliki kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan lawan tersebut. Kompromi sendiri merupakan istilah lain untuk tawar-menawar. Hal ini hanya akan berhasil apabila kedua belah pihak saling menghargai dan saling percaya. Adapun kolaborasi cocok ditempatkan pada konflik yang kedua belah pihaknya masih saling mempertahankan keuntungan terbesar pada masing-masing kubu. Untuk smoothing, istilah lain yang dipakai ialah conciliation, yaitu tindakan mendamaikan yang ditujukan untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketidaksepakatan itu. Cara seperti ini cocok untuk kesepakatan yang sudah tidak relevan lagi dalam hubungan kerjasama. Umumnya konsiliasi berupa upaya mengambil muka (menjilat) dan memberi pengakuan.

No comments: