Sunday, January 6, 2019

Pengaruh Non-earnings Information dan Earnings Information terhadap Keputusan Pemberian Kredit Bank


Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Tujuan utama analisis kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah perusahaan memiliki kemauan dan kemampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib sesuai dengan kesepakatan bank (Rivai dan Veithzal 2006). Menurut Rivai dan Veithzal (2006), terdapat 6 prinsip dalam analisis kredit (6 C’s analysis), yaitu: character, capital, capacity, collateral, condition of economy, dan constraint. 

Menurut Rivai dan Veithzal (2006), aspekaspek analisis kredit dan perhitungan kredit meliputi: aspek yuridis, pemasaran, manajemen dan organisasi, teknis, keuangan, jaminan, sosial ekonomi dan analisis dampak lingkungan (AMDAL), dan analisis risiko. Dalam aspek pemasaran salah satu faktor yang dinilai analis kredit adalah kebijakan dan strategi pemasaran perusahaan, termasuk political power yang digunakan untuk menopang pemasarannya, apakah kebijakan dan strategi pemasaran cukup andal untuk merebut pangsa pasar. Dalam aspek keuangan, analis kredit menggunakan analisis rasio untuk pengambilan keputusan, dalam hubungannya dengan penelitian keadaan keuangan perusahaan. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Debt to tangible net worth (rasio financial leverage) dan (2) Net profit margin.

Prinsip 6C analisis kredit menempatkan faktor capital (non-earnings information) dan capacity (earnings information) sebagai 2 faktor terpenting setelah character. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Zmijewski, yang diambil dari Palepu et al. (2004), menjelaskan bahwa faktor yang paling berguna dalam memprediksi kebangkrutan untuk satu tahun kedepan adalah profitabilitas dan volatility (earnings information) dan financial leverage (non-earnings information). Earnings berbasis nilai historis memiliki kelemahan utama yaitu diijinkannya pemilihan berbagai metode akuntansi oleh standar akuntansi. Hal ini memberikan insentif bagi perusahaan untuk terlibat dalam manajemen laba. 

Tujuan perusahaan melakukan manajemen laba antara lain untuk memperoleh kredit dalam jumlah besar, dengan cara memberikan informasi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik. Hal ini mengakibatkan earnings menjadi bias optimistik karena muatan manajemen laba yang berlebihan. Mandatory disclosure yang rendah (Leuz dan Oberholzer-Gee 2003) dan praktek akuntansi serta auditing di Indonesia yang buruk, tidak mampu menghambat manajemen laba di Indonesia. Hal ini menyebabkan asimetri informasi antara perusahaan dan bank di Indonesia semakin besar. 

Studi teoritik dan empiris di atas mendukung dugaan bahwa analis kredit di Indonesia lebih mempertimbangkan non-earnings information dibanding earnings information, sehingga level of assurance dan reputasi kantor akuntan publik tidak dipertimbangkan. Tjondro (2007) menemukan bahwa level of assurance dan reputasi kantor akuntan publik tidak berpengaruh terhadap keputusan kredit bank. 

No comments: