Tax review adalah kegiatan penelahaan
terhadap seluruh kewajiban perpajakan
yang ada dalam suatu perusahaan dan
pelaksanaan pemenuhan kewajiban- kewajiban tersebut baik dari cara
perhitungan, pemotongan, penyetoran,
pelunasan maupun pelaporannya untuk menilai kepatuhan pajak (tax
compliance) yang telah dilakukan
(Suandy, 2011: 136).
Tax review dapat dilakukan secara
mandiri oleh perusahaan atau dilakukan
oleh pihak ketiga, yaitu konsultan pajak
yang dapat memberikan nasihat dan
masukan tentang perpajakan kepada
perusahaan (Sumarsan, 2013:5).
Tujuan Tax Review
Hasil diadakannya tax review, banyak
hal yang dapat diperbaiki sebelum
terjadi tindakan pemeriksaan. Tax
review sendiri sebenarnya sudah
dianjurkan oleh ketentuan perpajakan.
Hal ini tersirat dalam bunyi Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, yaitu:
“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan
tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, pembetulan Surat
Pemberitahuan harus disampaikan
paling lama 2 (dua) tahun sebelum
daluwarsa penetapan.
”Thomas (2013:114) mengatakan
perusahaan melakukan tax review
dengan tujuan yaitu:
a. Menilai kepatuhan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan
perusahaan.
b. Menganalisa pengisian SPT Masa
dan SPT Tahunan PPh badan.
c. Memberikan saran dan solusi upaya
antisipasi bilamana sewaktu-waktu
dilakukan tindakan pemeriksaan
pajak.
Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah penyesuaian yang
dilakukan terhadap laporan keuangan
komersial dengan cara menyesuaikan
akun, metode, dan pengakuan sesuai
dengan peraturan perpajakan
(Pandiangan, 2014:151).
Apabila terdapat perbedaan antara
jumlah penghasilan yang dihitung
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dengan
jumlah penghasilan yang dihitung untuk
keperluan akunting keuangan, maka
menurut ketentuan yang berlaku umum
bahwa perhitungan pajak penghasilan
pertama-tama didasarkan pada
penghasilan yang dibuat untuk tujuan
akunting tersebut (Evana dan Weddie,
2010:102).
Menurut Liberti Pandiangan
(2014:151), penyesuaian fiskal positif
adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial dalam
rangka menghitung penghasilan kena
pajak berdasarkan UU PPh yang
bersifat menambah penghasilan.
Penyesuaian fiskal positif timbul karena
adanya (Pandiangan 2014:154);
a. Biaya, pengeluaran, dan kerugian
yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan ketentuan UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya.
b. Perbedaan pada saat pengakuan
biaya dan penghasilan atau karena
penghitungan biaya menurut metode
fiskal lebih rendah dari perhitungan
menurut metode akuntansi
komersial.
c. Penghasilan yang merupakan objek
pajak yang tidak termasuk dalam
penghasilan komersial.
Menurut Liberti Pandiangan
(2014:151), penyesuaian fiskal negatif
adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial dalam
rangka menghitung penghasilan kena
pajak berdasarkan UU PPh yang
bersifat mengurangi penghasilan.
Penyesuaian fiskal negatif bagi
WP badan dilakukan diantaranya
menyangkut hal-hal berikut
(Pandiangan, 2014:157).
a. Penyusutan dan amortisasi fiskal
b. Penyesuaian berdasarkan ketentuan
umum Pasal 6 UU PPh beserta
peraturan pelaksanaannya, dalam hal
terdapat biaya-biaya perusahaan
lainnya atau kerugian yang tidak
diakui secara komersial tetapi dapat
diakui secara fiskal.
Kredit Pajak
Pengurang atas pajak terutang
akibat telah dipotong/disetor pada tahun
pajak berjalan inilah yang dimaksud
dengan pengertian Kredit Pajak. Secara
umum Kredit Pajak dibedakan menjadi
2 (dua) golongan, yaitu Kredit Pajak
yang berasal dari PPh yang dipotong
atau dipungut oleh pihak lain atas
penghasilan yang tidak bersifat final
dan Kredit Pajak yang berasal dari
setoran/angsuran Wajib Pajak sendiri
(Harnanto, 2010:499).
1. Kredit Pajak yang
Dipotong/Dipungut Pihak Lain.
a). PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah
pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik
Pemerintah Pusat/Daerah, Instansi
atau lembaga pemerintahan dan
lembaga-lembaga Negara lainnya
berkenaan dengan adanya
pembayaran atas penyerahan barang
serta pemungutan oleh badan
pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang
lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 UU PPh.
PPh Pasal 22
tersebut dapat dikreditkan oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri atau
Bentuk Usaha Tetap terhadap PPh
yang terutang pada akhir tahun pajak
sepanjang tidak bersifat final
(Thomas Sumarsan 2015:275).
b). PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah
pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,
selain yang telah dipotong PPh Pasal
21 (Thomas Sumarsan, 2015:295).
c). PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Objek
Pajak Luar Negeri yang dapat
dikreditkan adalah penghasilan dari
luar negeri. Pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang di
Indonesia hanyalah pajak yang
langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, kegiatan maupun
penghasilan dari modal (Thomas
Sumarsan, 2015:307).
2. Kredit Pajak yang Dibayar Sendiri
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah
angsuran Pajak Penghasilan dalam
tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap
bulan (Thomas Sumarsan, 2015:323).
3. Surat Pemberitahuan
Menurut Liberti Pandiangan (2014:188)
menyatakan bahwa:
“Surat Pemberitahuan adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/ atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/
atau bukan objek pajak, dan/ atau harta
serta kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
perpajakan.”
Surat Pemberitahuan Masa
adalah SPT untuk suatu Masa Pajak,
dan Surat Pemberitahuan Tahunan
adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak (Pandiangan,
2014:188).
No comments:
Post a Comment