Sunday, November 3, 2019

TAX REVIEW


Tax review adalah kegiatan penelahaan terhadap seluruh kewajiban perpajakan yang ada dalam suatu perusahaan dan pelaksanaan pemenuhan kewajiban- kewajiban tersebut baik dari cara perhitungan, pemotongan, penyetoran, pelunasan maupun pelaporannya untuk menilai kepatuhan pajak (tax compliance) yang telah dilakukan (Suandy, 2011: 136). Tax review dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan atau dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu konsultan pajak yang dapat memberikan nasihat dan masukan tentang perpajakan kepada perusahaan (Sumarsan, 2013:5).

Tujuan Tax Review 
Hasil diadakannya tax review, banyak hal yang dapat diperbaiki sebelum terjadi tindakan pemeriksaan. Tax review sendiri sebenarnya sudah dianjurkan oleh ketentuan perpajakan. Hal ini tersirat dalam bunyi Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu:
“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

”Thomas (2013:114) mengatakan perusahaan melakukan tax review dengan tujuan yaitu:
a. Menilai kepatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan perusahaan. 
b. Menganalisa pengisian SPT Masa dan SPT Tahunan PPh badan. 
c. Memberikan saran dan solusi upaya antisipasi bilamana sewaktu-waktu dilakukan tindakan pemeriksaan pajak. 

Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap laporan keuangan komersial dengan cara menyesuaikan akun, metode, dan pengakuan sesuai dengan peraturan perpajakan (Pandiangan, 2014:151).

Apabila terdapat perbedaan antara jumlah penghasilan yang dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan jumlah penghasilan yang dihitung untuk keperluan akunting keuangan, maka menurut ketentuan yang berlaku umum bahwa perhitungan pajak penghasilan pertama-tama didasarkan pada penghasilan yang dibuat untuk tujuan akunting tersebut (Evana dan Weddie, 2010:102). 

Menurut Liberti Pandiangan (2014:151), penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh yang bersifat menambah penghasilan. Penyesuaian fiskal positif timbul karena adanya (Pandiangan 2014:154);
a. Biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya. 
b. Perbedaan pada saat pengakuan biaya dan penghasilan atau karena penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah dari perhitungan menurut metode akuntansi komersial. 
c. Penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan komersial.

Menurut Liberti Pandiangan (2014:151), penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh yang bersifat mengurangi penghasilan. 

Penyesuaian fiskal negatif bagi WP badan dilakukan diantaranya menyangkut hal-hal berikut (Pandiangan, 2014:157).
a. Penyusutan dan amortisasi fiskal
b. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial tetapi dapat diakui secara fiskal.

Kredit Pajak 
Pengurang atas pajak terutang akibat telah dipotong/disetor pada tahun pajak berjalan inilah yang dimaksud dengan pengertian Kredit Pajak. Secara umum Kredit Pajak dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu Kredit Pajak yang berasal dari PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain atas penghasilan yang tidak bersifat final dan Kredit Pajak yang berasal dari setoran/angsuran Wajib Pajak sendiri (Harnanto, 2010:499). 
1. Kredit Pajak yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain. 
a). PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat/Daerah, Instansi atau lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan adanya pembayaran atas penyerahan barang serta pemungutan oleh badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh. 

PPh Pasal 22 tersebut dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap terhadap PPh yang terutang pada akhir tahun pajak sepanjang tidak bersifat final (Thomas Sumarsan 2015:275). 

b). PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 (Thomas Sumarsan, 2015:295).

c). PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Objek Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan adalah penghasilan dari luar negeri. Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan maupun penghasilan dari modal (Thomas Sumarsan, 2015:307). 

2. Kredit Pajak yang Dibayar Sendiri 
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (Thomas Sumarsan, 2015:323).

3. Surat Pemberitahuan
Menurut Liberti Pandiangan (2014:188) menyatakan bahwa: “Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta serta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Surat Pemberitahuan Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak, dan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak (Pandiangan, 2014:188). 

No comments: