Tuesday, December 3, 2019

AKUNTANSI DALAM ISLAM


Akuntansi Ditinjau Dari Al-Qur’an 
Dalam surat Al-Baqarah ayat 282, disebutkan kewajiban bagi umat mukmin untuk menulis setiap transaksi yang masih belum tuntas (not completed atau non-cash). “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”. 

Dalam ayat ini jelas sekali tujuan perintah ini untuk menjaga keadilan dan kebenaran, artinya perintah itu ditekankan pada kepentingan pertanggung jawaban (accountability) agar pihak yang terlibat dalam transaksi itu tidak dirugikan, tidak menimbulkan konflik, serta adil merata. Al-Qur’an melindungi kepentingan masyarakat dengan menjaga terciptanya keadilan, dan kebenaran. Oleh karena itu, tekanan dari akuntansi bukanlah pengambilan keputusan (decision making) melainkan pertanggungjawaban (accountability). 

Dalam Al Quran juga disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi: 
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”

Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing. 

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: 
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 

Akuntansi Ditinjau Dari Al-Hadist
Setelah munculnya Islam di semenanjung arab dibawah kepemimpinan Rasulullah saw, serta telah terbentuknya daulah Islamiyah di Madinah, mulailah perhatian Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan segala usaha pengambilan harta orang lain secara batil. Bahkan Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan). Pada zaman Rasulullah cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi-fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukan orang-orang yang kompeten. Dimana pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri.  

No comments: