Wednesday, August 19, 2020

MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, persaingan menjadi semakin ketat dan hanya mereka yang siap dan mempunyai bekal serta sikap profesionalisme yang memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu bersaing di dunia usaha sekarang ini. Namun, selain kemampuan dan keahlian khusus, suatu profesi harus memiliki etika yang merupakan aturan-aturan khusus yang harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut. Etika profesi menjadi topik pembicaraan yang sangat penting dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku etis karena selama ini perilaku etis selalu diabaikan. Etis menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum.

Perusahaan dalam menyusun dan memeriksa laporan keuangannya memerlukan seorang ahli dalam bidang akuntansi. Peran akuntan dalam penyajian informasi keuangan sangatlah besar. Akuntan merupakan orang yang ada di belakang informasi keuangan yang disajikan oleh sebuah perusahaan. Informasi inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan maka informasi keuangan harus disajikan secara relevan dan andal. Akuntan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam semestinya dapat dipercaya sebagai orang yang berperilaku profesional dan etis sehingga hasil pekerjaannya dapat dipercaya relevansi dan keandalannya. Pemakai informasi keuangan akan meragukan informasi yang tersaji apabila mereka tidak  mempercayai kredibilitas akuntan dalam memproses dan menyajikan informasi keuangan (Harini, dkk, 2010).

Sebagai anggota suatu profesi, akuntan juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri. Akuntan mempunyai tanggung jawab untuk kompeten dan menjaga integritas dan obyektif mereka. Kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis berhubungan dengan adanya tuntunan masyarakat terhadap peran profesi akuntan, khususnya atas kinerja akuntan publik. Masyarakat yang merupakan pengguna jasa profesi membutuhkan seorang akuntan yang profesional. Label profesional disini mengisyaratkan suatu kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan klien dan keinginan yang tulus membantu permasalahan yang dihadapi klien sehingga profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan masyarakat.

Etika pada dasarnya mempelajari perilaku atau tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Agoes dan Ardana (2009:74) dalam Helniyoman (2014) menambahkan bahwa ukuran untuk dapat menilai baik atau tidaknya suatu tindakan bila dilihat dari hakikat manusia utuh adalah dilihat dari manfaat atau kerugiannya bagi orang lain, kemampuan tindakan tersebut dalam menciptakan kebahagiaan individu, dan kemampuan tindakan tersebut dalam meningkatkan kesadaran spiritual seseorang.

Setiap profesi yang menjual jasanya kepada masyarakat membutuhkan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Umumnya masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh profesi tersebut karena kompleksnya pekerjaan yang dilakukan oleh profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Jika masyarakat pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan, maka pelayanan profesi tersebut kepada masyarakat pada umumnya menjadi tidak efektif (Satoto, 2004).

Kode etik profesi merupakan salah satu upaya dari suatu asosiasi profesi untuk menjaga integritas profesi tersebut agar mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri atau pihak luar. Anggota profesi seharusnya mentaati kode etik profesi sebagai wujud kontra prestasi bagi masyarakat dan kepercayaan yang diberikannya (Rustiana dan Indri (2002), dalam Retnowati (2002).

Di Indonesia, isu mengenai etika akuntan berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Pelanggaran etika oleh akuntan publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut norma pemeriksaan akuntan atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran etika oleh akuntan intern dapat berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukkan kinerja keuangan perusahaan agar tampak lebih baik dari yang sebenarnya. Sedangkan pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan pemerintah misalnya dapat berupa pelaksanaan tugas pemeriksaan yang tidak semestinya karena didapatkannya insentif tambahan dalam jumlah tertentu dari pihak yang laporan keuangannya diperiksa (Wulandari dan Sularso, 2002).

Seharusnya pelanggaran tersebut tidak akan terjadi jika setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan dapat menerapkan etika secara memadai dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan yang profesional. Dengan sikap akuntan yang profesional maka akan mampu menghadapi tekanan yang muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak eksternal. 

Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah satu-satunya organisasi profesi akuntan Indonesia yang beranggotakan auditor dari berbagai tipe (auditor pemerintah, auditor intern dan auditor independen), akuntan manajemen, akuntan yang bekerja sebagai pendidik, serta akuntan yang bekerja di luar profesi auditor. 

Menurut Agoes (2012), kode etik akuntan ini dimaksudkan sebagai pedoman dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, di instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.

Dalam kongresnya tahun 1973 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.Dengan adanya Kode Etik Akuntan Profesional diharapkan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada akuntan, serta meningkatkan kontribusi akuntan bagi kepentingan masyarakat dan negara.

Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Selain itu, prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. 

Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia disebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ikatan Akuntansi Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan. Namun, perilaku tidak etis dari para akuntan masih tetap ada. Etika profesi berperan penting dalam membentuk tenaga–tenaga yang profesional dengan mempertahankan kode etik.

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun telah membuat makalah yang akan membahas materi mengenai hal tersebut. Makalah ini berjudul “ETIKA PROFESI AKUNTAN”.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penyusun merumuskan masalah sebagai berikut :

Apa yang dimaksud dengan etika profesi akuntan ?

Apa saja prinsip-prinsip etika profesi akuntan ?

Bagaimana penerapan etika profesi akuntan terhadap suatu kasus yang terjadi di Indonesia ?


Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan dan penyusunan makalah ini diantaranya ialah :

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Topik Khusus

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mempelajari bidang akuntansi khususnya mengenai etika profesi akuntan

Dapat mendiskusikan apabila terdapat permasalahan yang berkaitan dengan bidang akuntansi khususnya mengenai etika profesi akuntan


Tujuan dari penulisan dan penyusunan makalah ini diantaranya ialah :

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika profesi akuntan

Untuk mengetahui prinsip-prinsip pada etika profesi akuntan

Untuk mengetahui bagaimana penerapan etika profesi akuntan terhadap suatu kasus yang terjadi di Indonesia



BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Etika Profesi Akuntan

Pengertian Etika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.

Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.

Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.

Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Pengertian Akuntan

Akuntan adalah sebutan dan gelar profesional yang diberikan kepada seorang sarjana yang telah menempuh pendidikan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi pada suatu universitas atau perguruan tinggi dan telah lulus Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

Ketentuan mengenai praktik Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (Accountant) yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Pengertian Etika Profesi Akuntan

Etika profesi akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.

Etika sebagai salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 263/KMK.01/2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Kode etik tersebut perlu untuk dimutakhirkan dengan perkembangan saat ini dan ketentuan kode etik akuntan profesional yang berlaku secara internasional.

Ciri pembeda profesi akuntansi adalah kesediaannya menerima tanggung jawab untuk bertindak bagi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab Akuntan Profesional tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Dalam bertindak bagi kepentingan publik, Akuntan Profesional memerhatikan dan mematuhi ketentuan kode etik ini.

Macam-Macam Profesi Akuntan

Bidang profesi akuntan dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu : 

Akuntan Publik 

Akuntan publik adalah sebuah profesi yang membuka praktik untuk melayani kebutuhan masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkan keahliannya dengan menerima honor. Tugas seorang akuntan publik, antara lain sebagai pemeriksa (audit) yang meliputi penyusunan sistem akuntansi, memberikan penyempurnaan organisasi perusahaan, dan memberi nasihat-nasihat lain yang berkaitan dengan masalah ekonomi perusahaan, misalnya membuat budget dan feasibility study untuk memperoleh kredit. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh pemerintah.

Akuntan Swasta 

Akuntan swasta adalah akuntan yang bekerja di perusahaan-perusahaan swasta sebagai penasihat atau pembantu tugas-tugas pemilik atau pemimpin perusahaan yang bersangkutan. Tugas akuntan swasta adalah mengatur pencatatan, membuat laporan keuangan, dan membuat sistem akuntansi perusahaan dan pemeriksaan intern.

Akuntan Pemerintah 

Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan pemerintah terutama bertugas mengawasi keuangan milik negara. Badan yang sangat membutuhkan jasa akuntan pemerintah, antara lain Badan Pemeriksa Keuangan Negara dan Direktorat Akuntan Negara.

Akuntan Pendidik 

Akuntan pendidik adalah akuntan yang menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi dan bertugas mengembangkan pendidikan akuntansi. Mereka umumnya tidak semata-mata mengajar, tetapi merangkap dengan pekerjaan lain, misalnya dengan membuka praktik untuk melayani kebutuhan masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkan keahliannya.

Prinsip Dasar Etika Profesi Akuntan

Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. Tanggung jawab profesi dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya,anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Kepentingan publik dapat diuraikan sebagai berikut:

Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. 

Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.

Dalam mememuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya. 

Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip etika profesi ini. 

Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 

Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya: 

Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal; 

Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi; 

Auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar. 

Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan 

Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik. 

Integritas

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Integritas dapat diuraikan sebagai berikut:

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. 

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 

Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga 

integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. 

Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional. 

Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitasnya. Obyektivitas dapat diuraikan sebagai berikut:

Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.

Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. 

Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut: 

Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya. 

 Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi dimana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota. 

Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.

Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.

Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda. 

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaikbaiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional dapat diuraikan sebagai berikut:

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. 

Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah : 

Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota. 

Pemeliharaan Kompetensi Profesional. 

Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota. 

Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. 

Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional. 

Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya. 

Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. 

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya. 

Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. 

Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi. 

Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. 

Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.

Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar profesional.

Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan :

Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.

Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah :

untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan 

untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik. 

Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan :

untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini; 

untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;

untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesional lainnya;.dan

untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur. 

Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Perilaku Profesional merupakan kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan. Standar Teknis merupakan Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan. 



BAB III

CONTOH KASUS

Alasan Gayus Melakukan Korupsi

Gayus Tambunan merupakan seorang pegawai Ditjen Pajak dengan golongan III A ditemukan memiliki kekayaan di rekeningnya sebesar Rp 25 milyar, rumah mewah di Kelapa Gading bernilai sekitar Rp 1 milyar serta mobil mewah Mercedez Bens dan Fond Everest. Bagi pegawai pajak dengan golongan III A tak wajar jika memiliki kekayaan sebanyak itu apalagi Gayus berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di sebuah gang padat penduduk di daerah Warakas, Jakarta Utara dan baru 10 tahun dia mengabdi di Ditjen Pajak.

Gayus Tambunan pernah berurusan dengan Pengadilan Negeri Tangerang. Dia didakwa melakukan tindak pencucian uang dan penipuan. Namun dakwaan tersebut tidak berhasil menjeratnya ke penjara karena Pengadilan Negeri Tangerang memberikan vonis bebas. Pasca putusan  Pengadilan Tangerang, Susno Djuadji membeberkan bahwa terdapat satu kasus dugaan korupsi dengan ditemukannya aliran dana mencurigakan di rekening pribadi seorang pegawai pajak. Lalu mengapa seorang Gayus bisa melakukan korupsi ?

Sebab timbulnya korupsi ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, akibatnya gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal ini selanjutnya mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan (Alatas, 1987:122). Apabila gaji pegawai negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, mereka mungkin terpaksa menggunakan jabatan mereka untuk mengumpulkan uang suap, terutama apabila risiko tertangkap dan dipecat sedikit sekali (Elliott, 1999:138).

Muliana seorang jurnalis MetroTV mengutip pendapat Paramoedya Ananta Toer dalam salah satu buku yang ditulis oleh Koesalah Soebagyo Toer, beliau mengatakan “Orang Indonesia ini hidup konsumtif dan kurang berproduksi”. Korupsi terjadi karena tidak seimbangnya produksi dengan konsumsi. Maka, selama produksi dengan konsumsi tidak seimbang, selama itu korupsi akan terus hidup.

Jadi, berdasarkan sebab korupsi di atas, Gayus diduga melakukan korupsi karena faktor hidup yang konsumtif dan adanya struktur birokrasi yang berpenyakit dari sejak dulu.

Cara Gayus Melakukan Korupsi

Menurut Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan bahwa Gayus itu orang cerdas. Dia ingin mengalihkan persoalan pada persoalan lain. Gayus telah dimanfaatkan sejumlah pihak untuk menyerang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (Vivanews.com, 2011).

Kasus dugaan korupsi pajak yang dilakukan oleh Gayus mulai terkuak bersamaan dengan pemberhentian Susno Djuadji dari kabareskrim, diduga Gayus menerima titipan dari seorang pengusaha bernama Ade Kosasih. Namun Susno mencurigai bahwa dana tersebut sudah dicairkan dan dibagi-bagi diantara polisi yang melibatkan tiga orang jenderal polisi (Metrotvnews.com, 2010).

Kasus kedua Gayus yang sudah berjalan namun belum masuk pengadilan adalah  dugaan gratifikasi senilai Rp 28 milyar dan 74 milyar. Sedangkan kasus ketiga karena dia keluar dari Rutan Brimob Kelapa Dua Jakarta untuk pelesiran ke Bali. Kasus keempat tentang dugaan pemalsuan paspor (cybernews.com, 2011). Dari beberapa kasus tersebut, Gayus berhasil menyeret nama-nama pejabat aparat penegak hukum melalui suap sehingga menyebabkan mereka harus rela dicopot jabatannya dan menerima sanksi hukum yang sesuai.

Gayus ”si Makelar  Pajak”  yang diduga menerima  suap atau success fee dari kasus-kasus sengketa pajak yang ditanganinya. Posisi Gayus saat itu adalah sebagai staf penelaah keberatan dan banding di Ditjen Pajak.  Posisi ini sangat strategis karena Gayus-lah yang bertugas menguraikan banding ketika terjadi sengketa pajak di hadapan hakim di persidangan Pengadilan Pajak.

Berbicara mengenai kasus pajak, dari segi akuntasi, pada laporan keuangannya semua sudah jelas bahwa tempat pembayaran pajak melalui bank atau kantor pos. Jadi, tidak memberikan peluang kepada petugas pajak untuk melakukan korupsi.

Tetapi, mafia pajak atau sindikat pajak, justru memanfaatkan kelemahan-kelemahan peraturan yang ada.  Pada tahapan-tahapan mediasi kasus-kasus antara wajib pajak dan Dirjen Pajak.  Bahkan, wajib pajak terkadang memanfaatkan konsultan pajak yang bisa merekayasa laporan keuangannya. Jika akuntan merekayasa laporan keuangan, maka izinnya akan dicabut dan ada aturan dalam melakukan audit laporan keuangan, akuntan publik tidak boleh melayani sebuah perusahaan selama empat tahun berturut-turut.  Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi rekayasa pembayaran pajak.

Peran Akuntan Publik dalam Pemeriksaan Pajak

Stigma bahwa profesi akuntan merupakan profesi yang tidak bisa dipercaya itu tetap melekat sampai sekarang.  Wajar tanpa sarat, wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, atau pendapat tidak memberikan pendapat. Mengingat masih ada organisasi yang bisa meminta akuntan untuk melakukan “financial engineering” ke dalam laporan keuangannya, sehingga tampak bagus, cantik, dan sehat. Tetapi tentu saja tidak semua akuntan publik di Indonesia itu berlaku seperti itu. Akuntan publik yang menjunjung norma dan etika juga tidak sedikit. Akuntan publik sebagai profesi seperti halnya profesi lain tidak steril terhadap adanya penyimpangan. Akan ada oknum-oknum yang tidak mematuhi rambu-rambu yang ditetapkan profesi. Jadi tidak adil dengan generalisasi bahwa akuntan publik adalah tukang jahit sehingga dijadikan faktor penghambat untuk dilibatkan dalam masalah perpajakan.

Sudah menjadi tugas IAI untuk segera mengakhiri stigma negatif ini atau membiarkannya untuk selama-lamanya. Banyak kasus audit yang seharusnya bisa ditangani oleh kantor akuntan publik lokal, tetapi diserahkan ke akuntan publik luar. Ini bukan karena akuntan lokal lebih bodoh dari akuntan luar. Standar audit kita adalah fotokopi dan Generelly Accepted Auditing Standard (GAAS) yang dibuat oleh AICPA (American Institute of Publik Accountant). Yang membedakan antara auditor kita dengan auditor luar adalah bahwa auditor kita bisa bertindak sebagai tukang jahit, sementara auditor luar tidak. Jadi masalahnya adalah kepercayaan.

Terdapat dua kelompok pemakai laporan keuangan. Pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen perusahaan. Sementara pihak eksternal antara lain pemegang saham, kreditor, dan instansi pemerintah seperti instansi pajak. Sebagai pemakai ekstern, Ditjen Pajak bisa menggunakan laporan keuangan sesuai kepentingannya, misalnya untuk menghitung pajak terhutang wajib pajak (WP) yang bersangkutan. Laporan keuangan itu bisa yang telah di audit maupun tidak, tergantung kepada WP yang menyampaikannya.

Perlakuan Ditjen Pajak terhadap laporan keuangan yang disampaikan WP adalah bebas. Artinya apakah Ditjen Pajak itu dalam menghitung pajak akan sepenuhnya berdasarkan laporan keuangan yang dilampirkan WP dalam SPT atau mengabaikannya dan melakukan pemeriksaan lapangan. Jadi Ditjen Pajak mempunyai kewenangan penuh untuk mempercayai atau tidak laporan keuangan WP. Hak Ditjen Pajak itu tetap melekat apakah dimuat dalam undang-undang atau tidak. Apakah hak inilah yang akan diserahkan ke akuntan publik? Artinya jika WP telah melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, Ditjen Pajak tidak akan melakukan pemeriksaan lagi. Walaupun ada keinginan untuk itu, sebaiknya tidak dinyatakan secara eksplisit. Tetapi dilakukan secara diam-diam.

Paragraf pertama dari suatu laporan akuntan berbunyi demikian “…Laporan keuangan ini merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami adalah memberikan pendapat tehadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan”. Jadi akuntan publik mempunyai tanggung jawab terhadap opini yang diberikan atas laporan keuangan yang diperiksanya. Ia tidak bisa lari dari tanggung jawab jika laporan keuangan yang dikaitkan dengan pendapatnya itu terdapat penyimpangan.

Besarnya tanggung jawab akuntan publik ini harus dilihat baik dari perspektif WP maupun akuntan publik. Artinya apakah ketidakbenaran pendapat akuntan publik itu disebabkan kesalahan WP atau akuntan publik. Jika memang kesalahan itu ada di akuntan publik, maka akuntan publik harus dikenakan sanksi. Tetapi jika ternyata kesalahan itu ada pada WP, akuntan publik harus dibebaskan dari tanggung jawab. Menyeret ke pengadilan akuntan publik yang diduga melakukan kecurangan merupakan sesuatu yang positif bagi profesi akuntan secara keseluruhan. Siapa yang salah harus dihukum.

Kembali kepada kasus Gayus, dia adalah salah satu oknum  pajak yang telah memanfaatkan peluang yang ada untuk melakukan manipulasi, sehingga telah merugikan negara. Dan wajar jika saat ini dia dijadikan tersangka kasus mafia pajak, dan wajib untuk diadili serta diberikan hukuman yang setimpal.

Analisis Kasus Gayus

Melihat pemaparan di atas, jika dikaitkan dengan Etika Profesi Akuntansi yang saat ini sudah disepakati oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan telah menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan, sehingga prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya, serta prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Maka sudah bisa ditebak bahwa Gayus telah melanggar prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi tersebut, diantaranya :

Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Tapi dalam kasus pengelapan pajak keuangan negara seorang “Gayus” telah melupakan tanggung jawab (tidak bertanggung jawab) sebagai profesinya.  Seorang ”Gayus” sebagai pejabat perpajakan seharusnya mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Pejabat Perpajakan harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesinya, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri secara profesional dalam membangun bangsa.

Prinsip Kedua – Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

Dalam kasus ini, Gayus jelas tidak menghormati kepercayaan masyarakat luas (kepercayaan publik). Sedangkan ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi pejabat ini memegang peranan yang penting di masyarakat, dimana publik yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas pejabat ini dalam memelihara berjalannya fungsi secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab pejabat terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku pejabat yang bersangkutan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara, dan semua itu tidak dilakukan oleh pejabat perpajakan Gayus.

Prinsip Ketiga – Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. 

Gayus sama sekali tidak memiki  integritas yang tinggi dalam hal kejujuran karena pejabat tersebut telah membohongi publik, dalam hal perilaku pejabat tersebut telah menggunakan kepercayaan pubik untuk memenuhi keinginan pribadi. Integritas mengharuskan seorang pejabat untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas

Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan pejabat. Prinsip obyektivitas mengharuskan bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.  Sementara  Gayus tidak menunjukkan indikasi seperti diatas karena bertentangan dengan  prinsip Obyektivitas yang mana harus bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Gayus telah memilah dan memilih WP yang akan memberikan keuntungan pribadi baginya yaitu dengan menerima suap atau success fee dari mereka. Gayus tidak kuat menerima tekanan dan godaan dari WP yang ditanganinya sehingga mengganggu obyektivitasnya, dan Gayus tidak bisa mengukur tingkat kewajaran yang dapat digunakan untuk menentukan standar dalam mengidentifikasi hubungan yang mungkin akan merusak obyektivitasnya, sehingga dia tidak mampu untuk menolak ataupun menghindarinya.

Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Gayus telah menyalahgunakan kompetensi dan kehati-hatian profesional untuk tujuan pribadi yaitu meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya hanya untuk kesenangan pribadi. Kompetensi dan kehati-hatian profesional itu seharusnya digunakan dan diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan bangsa lewat perpakajan. Kehati-hatian profesional mengharuskan pejabat untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Pejabat harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. Kehati-hatian profesional mengharuskan pejabat untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.

Prinsip Keenam – Kerahasiaan

Melihat kasus terhadap penyimpangan pajak yang dilakukan pejabat perpajakan Gayus, seharusnya kerahasiaan itu benar-benar dilakukan untuk dan demi kepentingan pembangunan negara dan bangsa dan bukan untuk melindungi kepentingan golongan tertentu.

Karena Gayus tidak menjaga kerahasiaan informasi dan tidak menghormati kerahasiaan informasi tersebut. Pejabat mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan pejabat yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Pejabat yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar profesional. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional

Gayus sama sekali tidak menujukkan prilaku yang profesional di mata publik, dimana prilaku profesinya jelas merugikan masyarakat bangsa dan negara. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan – Standar Teknis

Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat perpajakan Gayus tidak ditemukan standar teknis dan standar profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang mana harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tentunya bermuara pada penerimaan pendapatan negara guna pembangunan bangsa sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.  Dengan standar profesi keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.



BAB IV

KESIMPULAN

Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.

Etika sebagai salah satu unsur utama dari profesi menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesional. Akuntan memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik IAI yang merupakan amanah dari AD/ART IAI dan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 263/KMK.01/2014 tentang Penetapan Ikatan Akuntan Indonesia Sebagai Organisasi Profesi Akuntan. Kode etik tersebut perlu untuk dimutakhirkan dengan perkembangan saat ini dan ketentuan kode etik akuntan profesional yang berlaku secara internasional.

Bidang profesi akuntan dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu : (1) Akuntan Publik, (2) Akuntan Swasta, (3) Akuntan Pemerintah, dan (4) Akuntan Pendidik.

Dalam makalah terdapat pula prinsip etika profesi akuntan yang terdiri dari delapan prinsip, yaitu :

Tanggung jawab profesi

Kepentingan publik

Integritas

Obyektivitas

Kempetensi dan kehati-hatian profesional

Kerahasiaan

Perilaku profesional

Standar teknis

Contoh kasus yang dipaparkan dalam makalah ini adalah kasus mengenai Gayus Tambunan. Ia merupakan seorang makelar pajak yang bekerja di Direktorat Jendral Pajak dan berprofesi sebagai seorang akuntan yang bekerja pada badan pemerintah. Dalam kasusnya yang sangat terkenal, ia telah melanggar seluruh prinsip etika profesi akuntan, dari tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, sampai dengan standar teknis telah dianalisis bahwa ia tidak mencerminkan etika profesi akuntan yang baik.



DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Eko. 2011. Etika Profesi. Universitas Gunadarma : Jakarta

http://arsipakun.blogspot.co.id/2013/01/macam-macam-profesi-dalam-akuntansi.html

http://insidewinme.blogspot.com/2007/12/peran-akuntan-publik-dalam-pemeriksaan.html

http://wikanpre.wordpress.com/2011/10/17/etika-profesi-akuntansi/

Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Exprosure Draft Kode Etik Akuntan Profesional. Komite Etika : Jakarta

Subaweh, imam. Kode Etik Akuntan Indonesia. Universitas Gunadarma : Jakarta Indonesia


No comments: