Monday, March 1, 2021

AKUNTANSI BELANJA TAK TERDUGA


Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak ke berbagai sektor dalam kehidupan masyarakat, termasuk sektor   keuangan   daerah.   Pemerintah   daerah   sebagai   penyelenggara   pemerintahan   dalam   era desentralisasi  saat ini, memiliki peran strategis dalam mengatasi pandemi COVID-19. Namun umumnya pemerintah  daerah  menghadapi  situasi  yang  cukup  sulit.  Pada  sisi  belanja,  pemerintah  daerah  harus menghadapai kenyataan bahwa kebutuhan belanja makin meningkat, terutama untuk kegiatan mengatasi pandemi   COVID-19.   Sebagai   suatu   wabah,   sudah   barang   tentu   berbagai   kegiatan   atau   program penanggulanganannya  belum  sepenuhnya  teralokasi  dalam  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Daerah (APBD). Pada sisi pendapatan, lesunya perekonomian berefek pada menurunnya pendapatan pemerintah daerah.  Oleh  karena  itu,  pengelolaan  keuangan  daerah  perlu  dilakukan  secara  hati-hati  agar  tercapai tujuan program dan kegiatan tanpa meninggalkan tertib dan disiplin anggaran.

 Presiden melalui instruksi Nomor 4 Tahun 2020 menyatakan bahwa dengan penetapan wabah COVID-19 sebagai  pandemi  global,  maka  seluruh  jajaran  pemerintahan  harus  melakukan  refocussing  kegiatan, realokasi  angagran  serta  pengadaan  barang  dan  jasa  dalam  rangka  percepatan  penanganan  COVID-19.

 Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan telah menyepakati keputusan bersama No. 119/2813/SJ dan No. 177/KMK.07/2020 yang mengatur mengenai keharusan seluruh Pemda melakukan penyesuaian APBD  TA  2020  dengan  (a)  melakukan  penyesuaian  (penurunan)  target  pendapatan  dalam  APBD;  (b) melakukan penyesuaian belanja daerah melalui rasionalisasi belanja pegawai, barang, dan belanja modal, dan   (c)   refocusing   dan   realokasi   belanja   untuk   pembiayaan   kegiatan   dalam   rangka   percepatan penanganan covid-19.  Kegiatan  dalam  rangka  percepatan  penanganan  COVID-19  dapat  berupa  belanja bidang kesehatan, penyediaan jariangan pengaman sosial, dan penanganan dampak ekonomi.

 Belanja Tak Terduga merupakan jenis belanja yang jarang digunakan dalam suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam masa pandemi COVID-19, anggaran belanja Tak Terduga menjadi hal yang menarik dibicarakan karena alokasi anggaran ini saat ini banyak digunakan untuk membiaya kegiatan penanganan COVID-19. Kegiatan penanganan COVID-19 tersebut dapat merupakan kegiatan pengadaan bahan kesehatan, alat kesehatan, dan bahkan Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana perlakukan akuntansi atas belanja tak terduga  yang  dilakukan  oleh  Pemerintah  Daerah.  Perlakuan  akuntansi  tersebut  meliputi  pengakuan, pengukuran dan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu, penelitian ini menyajikan contoh transaksi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) suatu Pemerintah Daerah.

 Dalam  Pernyataan  Standar  Akuntansi  Pemerintah  (PSAP)  Nomor  2  paragraf  34  disebutkan  bahwa  belanja pemerintah diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga (PSAP 02 Paragraf 35).

 DJPK  (2020)  mendefinisikan  Belanja  Tak  Terduga  sebagai pengeluaran  anggaran  untuk  kegiatan  yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan   pengeluaran   tidak   terduga   lainnya   yang   sangat   diperlukan   dalam   rangka   penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. PSAP Nomor 02 paragraf 38 juga memberikan definisi yang sama tentang Belanja Tak Terduga.

 Dalam Buletin Teknis Nomor 4 disebutkan bahwa realisasi belanja tak terduga dicatat dan disajikan pada LRA  sebagai  Belanja  Tak  Terduga.  Jika  dari  hasil  pengeluaran  belanja  tak  terduga  diperoleh  aset  tetap, maka aset tetap tersebut dicatat dan disajikan di neraca Pemda. Klasifikasi Belanja Daerah terdiri atas belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan belanja transfer (PP 12 Tahun 2019 Pasal 55 ayat 1 s.d. 5).

a. Belanja  operasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  merupakan  pengeluaran  anggaran untuk Kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek.

b. Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.

c. Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

d. (5) Belanja transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah  Daerah  kepada  Pemerintah  Daerah  lainnya  dan/atau  dari  Pemerintah  Daerah  kepada pemerintah desa.

 Belanja  Tak  Terduga  digunakan  untuk  mencatat  penurunan manfaat  ekonomi  atau  potensi  jasa  dalam periode pelaporan  yang  menurunkan  ekuitas dalam  bentuk  pengeluaran  berupa  beban  tak terduga (Permendagri No. 90 Tahun 2019 Lampiran).

Dalam PP Nomor 12 Tahun 2019  Pasal 56 dijelaskan bahwa Belanja operasi dirinci menjadi jenis belanja pegawai; belanja  barang  dan jasa; belanja  bunga; belanja  subsidi; belanja  hibah;  dan belanja  bantuan sosial.

 PP Nomor 12 Tahun 2019  Pasal 68 menyebutkan bahwa belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran  atas  Beban  APBD  untuk  keadaan  darurat  termasuk  keperluan  mendesak  serta  pengembalian atas kelebihan pembayaran atas Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya. Selanjutnya dalam PP 12 Tahun  2019 Pasal  69 ayat  1  dijelaskan bahwa  keadaan  darurat yang  perlu  dibiayai  dengan  Belanja  Tak Terduga meliputi:

a. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa;

b. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau

c. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.

 Dalam PP 12 Tahun 2019 Pasal 69 ayat 2, diatur bahwa suatu kondisi atau keperluan mendesak meliputi:

a. kebutuhan daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat yang anggaranya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;

b. Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;

c. Pengeluaran  Daerah  yang  berada  di luar  kendali Pemerintah  Daerah  dan  tidak  dapat  diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan; dan/atau

d. Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah danl atau masyarakat.

 Kriteria  keadaan  darurat dan keperluan  mendesak dalam  PP  12  Tahun  2019  Pasal  69  ayat  1  dan  ayat 2 ditetapkan dalam Perda tentang APBD tahun berkenaan.

 (4)  Pengeluaran  untuk  mendanai  keadaan  darurat  yang  belum tersedia  anggarannya,  diformulasikan terlebih  dahulu dalam  RKA  SKPD,  kecuali  untuk  kebutuhan  tanggap darurat  bencana,  konflik  sosial, dan/atau kejadian luar biasa.

(5)  Belanja  untuk  kebutuhan  tanggap  darurat  bencana,  konflik sosial,  dan/atau  kejadian  luar  biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD dan/atau Perubahan DPA SKPD.

 


Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban barang, beban    bunga,    beban    subsidi,    beban    hibah,    beban    bantuan sosial,  beban    penyusutan    aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari  beban  pegawai,  beban  barang,  beban  bunga,  beban  subsidi,  beban  hibah,  beban  bantuan  sosial, beban  penyusutan  aset tetap/amortisasi,  beban  transfer,  dan  beban  tak  terduga  (PSAP  12  Paragraf  37 dan 38).


No comments: