Monday, March 1, 2021

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA


Salah  satu  dari  sembilan  prioritas  program  pembangunan  untuk  Indonesia  yang  diungkapkan  oleh Presiden  Joko  Widodo  dalam  Nawacita  adalah  pembangunan  Indonesia  yang  dimulai  dari  pinggiran dengan  memperkuat  daerah-daerah  dan  desa  dalam  kerangka  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.

 Sebagai   perwujudan   membangun   desa   serta   memperjelas   fungsi   dan   kewenangan   desa,   maka pemerintah  mengeluarkan  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  6  Tahun  2014  Tentang  Desa.

 Salah  satu  upaya  pemerintah  dalam  membangun  daerah-daerah  dan  desa  adalah  dengan  memberikan dana  desa  yang  merupakan  dana  dari  anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  yang  diperuntukkan bagi  desa  untuk  pelaksanaan  pembangunan  dan  pemberdayaan  masyarakat  desa.  Proses  penyaluran dana desa ini ditransfer secara bertahap.

 Dalam penggunaan dana desa yang merupakan bagian dari keuangan desa juga perlu dilakukan evaluasi untuk memastikan bahwa setiap tahapan pengelolaan keuangan desa tersalurkan dengan baik dan tidak ada  penyimpangan  yang  terjadi.  Adanya  keuangan  desa  yang  diperuntukkan  bagi  pembangunan  dan pemberdayaan  masyarakat  desa,  diharapkan  dapat  meningkatkan  status  desa  karena  keuangan  desa dapat  membantu  masyarakat  desa  dalam  memanfaatkan  potensi-potensi  yang  ada  di  desa,  sehingga desa-desa  yang  ada  dapat  berkembang  dan  mandiri.  Tujuan  pembangunan  kawasan  perdesaan  juga untuk  mewujudkan  masyarakat  yang  mandiri  serta  menciptakan  desa  yang  mandiri  dan  berkelanjutan (Kemendesa.go.id, 2015).

 Dana  desa  ini  pertama  kali  dikucurkan  pada  tahun  2015  sebesar  Rp 20,76  triliun. Dana  tersebut  mengalami  peningkatan  tiap  tahunnya  sampai  dengan  tahun  2019  yang  ditunjukkan melalui Gambar 1.

 


Selama  pengucuran  dana  desa  ini,  banyak  hal  telah  dirasakan  masyarakat  di  desa  baik  secara  positif maupun   negatif.   Banyak   desa   yang   mulai   berkembang setelah   adanya   dana   desa   ini.   Namun, penerimaan   dana   desa   yang   setiap   tahunnya   mengalami   peningkatan,   belum   diimbangi dengan pengelolaan keuangan desa yang baik. Hal tersebut terjadi karena pihak desa dinilai kurang sigap dalam mempersiapkan  anggaran  pendapatan  dan  belanja  desa,  para  kepala  desa  masih  kesulitan  untuk mengelola   dan   mempertanggungjawabkan   laporan   keuangan   penggunaan   dana   desa   sehingga penerapannya  pun  tidak  sempurna.  Masalah  lainnya  yang  dialami  dalam  suatu  desa terkait  pengelolaan  keuangan  desa  adalah  korupsi  dana  desa.  Menurut  survei  yang  dilakukan  oleh Indonesia  Corruption  Watch  (ICW)  ada  sebanyak  181  kasus  korupsi  dalam  pengelolaan  keuangan  desa, diantaranya:  17  kasus  pada  2015,  41  kasus  di  tahun  2016,  96  kasus  pada  tahun  2017  dan  hingga  Juni 2018 ada sebanyak 27 kasus (Kompas.com, 2018). 

Saat ini, potensi fraud tentang pengelolaan dana desa cukup mengkhawatirkan di Indonesia, mulai dari proses perencanaan, implementasi dan pelaporan yang ada  dalam  regulasi  dan  kelembagaan, tata  laksana,  pengawasan  dan  sumber  daya  manusia.

 Jaksa Agung mengatakan bahwa ada enam permasalahan besar yang ditemukan kejaksaan agung dalam pengelolaan   keuangan   desa,   diantaranya   adalah:   pertama,   berkaitan   dengan   pemotongan   saat pencairan.  Jadi,  ada  sejumlah  daerah  yang  menerima  dana  desa  tidak  sesuai  alokasi  yang  harusnya mereka   terima.   Kedua,   adanya   proyek   fiktif   yang   didanai   dengan   dana   desa.   Ketiga   adalah penggelembungan proyek. Keempat, berkaitan dengan rendahnya kemampuan manajerial dari aparatur desa.  Kelima,  berkaitan  dengan  penggunaan  rekening  pribadi  sebagai  tempat  penggelembungan  dana.

 Keenam, penyaluran dana yang harus dilakukan dari rekening umum kas negara ke rekening umum kas daerah  baru  ke  rekening  desa  (Kontan.co.id,  2017).  Masalah-masalah  seperti  ini  tidak  semata-mata karena  moral  yang  tidak  baik,  tetapi  juga  ada  faktor  lain  yang  menyebabkan  hal  tersebut  bisa  terjadi, seperti kurangnya pengetahuan aparatur desa tentang pencatatan dan pembukuan akuntansi yang baik karena  di  satu  sisi,  tak  bisa  dipungkiri  bahwa  masih  banyak  perangkat  desa  yang  rata-rata  pendidikan terakhir  adalah  SMA.  Kendala  lain  yang  ditemui  dalam  pengelolaan  dana  desa  yakni pemahaman  regulasi,  kurangnya  fungsi  pembinaan  dari  pemda/kecamatan,  kekhawatiran/ketakutan melakukan   kesalahan   dari   aparat   desa,   pergantian   aparat   desa   seiring   pilkades   serentak,   serta kurangnya disiplin dalam pelaporan (Bpkp.go.id, 2019).

 Dalam rangka membantu aparat desa dalam mengelola keuangan desa, sangat diperlukan adanya peran pendamping  desa.  Pendamping  desa  inilah  yang  menjadi  perpanjangan  tangan  dari  pemerintah  dalam memastikan  terselenggaranya  pengelolaan  keuangan  desa  dengan  baik  dan  tanpa  ada  pelanggaran (Tribunnews.com,  2015).  Salah  satu  tugas  dari  pendamping  desa  adalah  mendampingi  desa  dalam pengelolaan  keuangan  desa  yang  didalamnya  terdapat  perencanaan,  pelaksanaan,  penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban terhadap pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

 Namun, hingga pendamping desa telah dibentuk, masalah-masalah yang ada di desa belum sepenuhnya bisa  teratasi,  baik  itu  pembangunan  maupun  pemberdayaan  masyarakat.  Pendamping  desa  dianggap kurang   memiliki   kontribusi   terhadap   desa.   Mereka   dianggap   hanya   seperti tenaga   survei   atau pengumpul data, sehingga perannya dalam membangun desa masih kurang. Selain itu, hingga kini jumlah pendamping desa tidak sesuai dengan jumlah desa yang ada di Indonesia, akibatnya peran  pendamping  desa  dinilai  kurang  maksimal  terhadap  pengelolaan  dana  desa.  Idealnya,  seorang pendamping  desa  hanya  dapat  melakukan  pendampingan  terhadap  dua  sampai  empat  desa  saja (Kompas.com,    2015).    

Pendamping    desa    adalah    salah    satu    kekuatan    yang    dapat    membantu mempercepat langkah menjadi desa yang  mandiri. Seorang pendamping desa harus memiliki beberapa kemampuan sekaligus yakni kemampuan berbaur dalam karakter kehidupan warga dampingan sekaligus melakukan pemberdayaan   (Berdesa.com,   2018).   Maka   dari  itu,   pendamping  desa   dituntut   untuk memiliki  kompetensi  agar  setiap  tugas,  fungsi,  dan  tanggung  jawab  mampu  dilaksanakan  dalam  hal memberikan pelayanan, sehingga peran pendamping desa akan semakin nyata.

 Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum terkecil yang ada di pemerintahan dan diakui dalam sistem  pemerintahan  NKRI.  Sebagai  upaya  dalam  memperjelas  fungsi  dan  kewenangan  desa,  serta kedudukan   desa   dan masyarakat   desa   maka   pemerintah   menerbitkan   Undang-Undang   Republik Indonesia nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa.  Dalam rangka untuk mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas desa, maka pemerintah mengalokasikan dana untuk keperluan di tiap-tiap desa. Adapun sumber-sumber   pendapatan   desa   adalah   pendapatan   asli   daerah,   dana   desa,   alokasi   dana   desa   dari kabupaten/kota,   bantuan   keuangan   dari   APBD   provinsi   dan   APBD   kabupaten/kota,   hibah   dan sumbangan  pihak  ketiga,  serta  lain-lain  pendapatan  desa  yang  sah.  

Salah  satu pendapatan  desa  adalah dana  desa  yang  bersumber  dari  APBN.  Dana  desa  akan  ditransfer  ke  masing-masing  desa  dan  akan  dikelola oleh aparat desa, seperti: kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan dan kepala seksi, dan kepala urusan  keuangan  berdasarkan  asas  transparansi,  akuntabel,  partisipatif  yang  dilakukan  dengan  tertib dan disiplin anggaran (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018).

 Berdasarkan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  nomor  20  Tahun  2018  tentang  pengelolaan  keuangan desa,  proses  pengelolaan  keuangan  desa  dilakukan  dengan  beberapa  tahap.  Tahap  pertama  dalam pengelolaan keuangan desa adalah perencanaan keuangan desa yang berhubungan dengan penerimaan dan  pengeluaran  pemerintah  desa  pada  tahun  anggaran  yang  dianggarkan  dalam  APB  desa.  

Proses perencanaan  keuangan  desa  adalah  dengan  menyusun  rancangan  anggaran  pendapatan  dan  belanja desa.  Sekretaris  akan  mengkoordinasikan  penyusunan  rencana  anggaran  pendapatan  dan  belanja  desa berdasarkan rencana kerja pemerintah desa tahun berkenaan yang diatur dalam peraturan bupati/wali kota  setiap  tahun.  Rancangan  APB  desa  inilah  yang  akan  dijadikan  sebagai  bahan  dalam  menyusun peraturan   desa   tentang   APB   Desa.   Selanjutnya,   sekretaris   desa   akan   menyampaikan   rancangan peraturan   desa   tersebut   kepada   kepala   desa   yang   akan   disampaikan   dalam   musyawarah   badan permusyawaratan desa untuk dibahas dan disepakati bersama yang nantinya akan disampaikan kepada bupati/wali kota melalui camat yang akan dilengkapi dengan dokumen pendukung.

 Setelah  rancangan  peraturan  desa tentang  APB  Desa  diserahkan  kepada  bupati/wali  kota,  selanjutnya akan  dilakukan  pemanggilan  kepada  kepala  desa  atau  aparat  desa  terkait  untuk  pelaksanaan  evaluasi yang  dituangkan  dalam  keputusan  bupati/wali  kota  yang  akan  ditetapkan  sebagai  peraturan  desa.

 Bupati/wali  kota  dapat  memberikan  wewenang  untuk  mengevaluasi  peraturan  desa  tentang  APB  desa kepada camat dan selanjutnya rancangan tersebut akan ditetapkan oleh kepala desa menjadi peraturan desa.  Pemerintah  desa  dapat  melakukan  perubahan  terhadap  peraturan  desa  tentang  APB  desa  yang telah ditetapkan apabila ada penambahan atau pengurangan pendapatan desa tahun berjalan, keadaan yang  mengharuskan  dilakukannya  pergeseran  objek  belanja  dan  kegiatan  yang  belum  dilaksanakan tahun sebelumnya akan dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan. Terkait perubahan ini, kepala desa memberitahukan  tentang  perubahan  tersebut  kepada  badan  permusyawaratan  desa  yang  kemudian disampaikan kepada bupati/wali kota.

 Tahap   Kedua   dalam   pengelolaan   keuangan   desa   adalah   pelaksanaan. Pelaksanaan   pengelolaan keuangan desa merupakan proses yang dilakukan oleh pemerintah desa untuk memanfaatkan keuangan desa  yang  di  transfer  oleh  pemerintah  pusat  untuk  merealisasikan  program-program  yang  ada  di  desa. Penerimaan  dan  pengeluaran  dana  desa dilaksanakan  melalui  rekening  kas  desa  pada  bank  yang ditunjuk oleh bupati/wali kota dan dibuat oleh pemerintah desa dengan tanda tangan  kepala desa dan kaur  keuangan.  

Nomor  rekening  yang  telah  dibuat  akan  dilaporkan  kepada  bupati/wali  kota  yang selanjutnya   akan   dilaporkan   kepada   gubernur   dengan   tembusan   kepada   menteri   guna   untuk pengendalian  penyaluran  dana  transfer.  Kepala  desa  akan  memberikan  tugas  kepada  kaur  dan  kasi pelaksana kegiatan anggaran untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran, yaitu: rencana kegiatan dan  anggaran  desa,  rencana  kerja  kegiatan  desa  dan  rencana  anggaran  biaya  yang  selanjutnya  akan diserahkan  kepada  kepala  desa  melalui  sekretaris  desa  untuk  dilakukan  verifikasi  sebelum  disetujui Kepala  desa.  Jika  ada  perubahan  peraturan  desa  tentang  APB  desa  maka  akan  disusun  dokumen perubahan  pelaksanaan  anggaran  akan  dibuat  oleh  kepala  urusan  dan  kepala  seksi  pelaksana  kegiatan yang selanjutnya akan diserahkan kepada sekretaris desa untuk diverifikasi dan diberikan kepada kepala desa  untuk  disetujui.  Sementara  itu,  kepala  urusan  keuangan  akan  menyusun  rencana  arus  kas  desa berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disetujui kepala desa.

 Setelah RAK desa selesai dibuat maka akan diserahkan kepada sekretaris desa untuk diverifikasi sebelum disetujui  oleh  kepala  desa.  Pelaksanaan  kegiatan  dilakukan  dengan  pengadaan  melalui  swakelola  yang dilaksanakan  dalam  tahun  anggaran  berkenaan.  Dalam  pelaksanaan  kegiatan  anggaran  tersebut  juga diajukan  surat  permintaan  pembayaran  dengan  menyertakan  laporan  perkembangan  pelaksanaan kegiatan  dan  anggaran.  Kepala  urusan  keuangan  akan  mencatat  transaksi  pengeluaran  anggaran  dan akan  diperiksa  kesesuaian  bukti  transaksi  dengan  pertanggungjawaban  pencairan  anggaran.  Laporan akhir  realisasi  pelaksanaan  kegiatan  dan  anggaran  akan  disampaikan  oleh  kaur  dan  kasi  pelaksana setelah seluruh kegiatan selesai.

 Tahap    ketiga    adalah    penatausahaan.    Dalam    proses    penatausahaan,    kepala    desa    sebagai penanggungjawab  penatausahaan  keuangan  akan  dibantu  oleh  bendahara  desa,  harus menyiapkan buku  pembantu  kas  umum,  yang  terdiri  dari:  buku  pembantu  bank,  buku  pembantu  pajak  dan  buku pembantu panjar. Buku kas umum ini akan ditutup setiap akhir bulan untuk dilaporkan oleh bendahara kepada sekretaris desa untuk dilakukan verifikasi, evaluasi dan analisis terhadap laporan keuangan yang selanjutnya  akan  dilaporkan  untuk  disetujui  oleh  kepala  desa. 

 Tahapan  keempat  adalah  pelaporan pengelolaan keuangan desa. Proses pelaporan keuangan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor  20  Tahun  2018  tentang  pengelolaan  keuangan  desa  menjelaskan  bahwa  kepala  desa  akan menyampaikan laporan pelaksanaan APB desa semester pertama dan laporan realisasi kegiatan kepada bupati/wali kota melalui camat. Selanjutnya, laporan konsolidasi pelaksanaan APB desa akan dilaporkan kepada  menteri.  

Tahap  Kelima  adalah  Pertanggungjawaban  pengelolaan  keuangan  desa.  Dalam  proses pertanggungjawaban  pengelolaan  keuangan  desa,  kepala  desa  pada  setiap  akhir  tahun  anggaran  akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban APB desa kepada bupati/wali kota melalui camat. Laporan pertanggungjawaban  disertai  laporan  realisasi  APB  desa  dan  catatan  atas  laporan  keuangan,  laporan realisasi kegiatan, dan daftar program yang masuk ke desa. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa akan disampaikan kepada menteri dan diinformasikan kepada masyarakat melalui media informasi (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018).

                           

Berdasarkan  Peraturan  Menteri  Desa  Pembangunan  Daerah  Tertinggal  Dan  Transmigrasi  No.3  Tahun 2015  Tentang  Pendamping  Desa,  pasal  1  ayat  (14)  menyatakan  bahwa  pendampingan  desa  adalah kegiatan  untuk  melakukan  tindakan  pemberdayaan  masyarakat  melalui  asistensi,  pengorganisasian, pengarahan  dan  fasilitasi  Desa.  Pendamping  desa  memiliki  tugas  dalam  hal  pendampingan  terhadap desa   untuk   menyelenggarakan   pembangunan   desa   dan   pemberdayaan   masyarakat.   Tujuan   dari pendampingan desa, yaitu: 

1) Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan  pembangunan  desa; 

2)  Meningkatkan  prakarsa,  kesadaran  dan  partisipasi  masyarakat  desa  dalam pembangunan desa yang partisipatif; 

3) Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antarsektor; 

4) Mengoptimalkan aset lokal desa secara emansipatoris.

 

Dalam  Peraturan  Menteri  Desa  Pembangunan  Daerah  Tertinggal  Dan  Transmigrasi  No.3  Tahun  2015 Tentang  Pendamping  Desa  juga  diungkapkan  tugas  pokok  pendamping  desa,  yaitu:  

1)  Mendampingi desa   dalam   setiap   tahap   pengelolaan   keuangan   desa   dalam   pembangunan   dan   pemberdayaan masyarakat,  

2)  Mendampingi  desa  dalam  pengelolaan  pelayanan  sosial,  pemanfaatan  sumber  daya, pembangunan sarana dan prasarana dan pemberdayaan masyarakat desa, 

3) Peningkatan kapasitas bagi aparat  desa  dalam  hal  pembangunan  dan  pemberdayaan  masyarakat, 

4)  Melakukan  pengorganisasian dalam   kelompok-kelompok   masyarakat   desa,   

5)  Peningkatan   kapasitas   bagi   kader   pemberdayaan masyarakat  desa,  

6)  Melakukan  pendampingan  terhadap desa  dalam  proses  pembangunan  secara partisipatif,    

7)    Melakukan    koordinasi    pendampingan    dan    memfasilitasi    laporan    pelaksanaan pendampingan. 

Pada akhir penugasan, Menteri akan melakukan evaluasi kinerja terhadap pendamping desa  sesuai  Peraturan  Menteri  Desa Pembangunan  Daerah  Tertinggal  Dan  Transmigrasi  No.3  Tahun 2015  Tentang  Pendamping  Desa  pasal  30.  Evaluasi  kinerja  ini  dilakukan  oleh  Menteri  dan  dilakukan secara berjenjang.


No comments: