Tuesday, June 1, 2021

Analisis Perencanaan Pemerintah dan Masyarakat dalam Berbagai Upaya Pencegahan Covid-19


Dewasa ini, dunia sedang diguncang oleh pandemik hebat bernama Covid-19 (Corona Virus Disease). Peningkatan dari hari kehari jumlah pasien terinfeksi virus Covid-19 sudah sulit dikendalikan diperlukannya suatu perencanaan yang jelas dan lugas dari pemerintah untuk menangulangi permasalahan ini. Coronavirus sendiri merupakan sekumpulan virus yang berasal dari subfamili Orthocronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales.


Virus ini dapat menyerang hewan dan juga manusia dan pada manusia gejalanya berupa infeksi yang serupa dengan penyakit SARS dan MERS, hanya saja Covid-19 bersifat lebih masif perkembangannya. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang terdampak wabah yang satu ini. Oleh karena itu, perlu tindakan pemerintah dan kesadaran penuh dari masyarakat agar angka penyebaran virus ini dapat ditekan.


Pemerintah Indonesia masih hanya melakukan penanganan berupa pembatasan sosial saja (social distancing). Padahal banyak kalangan yang menganggap bahwa lebih efektif menerapkan sistem karantina wilayah atau lockdown untuk mencegah penyebaran virus ini agar tidak menginfeksi lebih banyak orang, sedangkan pembatasan sosial masih rawan penyebarannya disebabkan banyak masyarakat yang tidak mau mengikuti karena pada hakikatnya hal tersebut hanya sekadar imbauan dan tidak ada sanksi berat yang bisa membuat masyarakat patuh.


Pemerintah dituntut untuk menangani ancaman nyata Covid-19. Jawaban sementara pemerintah terhadap tuntutan tersebut adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 terkait Kekarantinaan Kesehatan. Keputusannya adalah pemerintah pusat tidak memberlakukan karantina wilayah atau lockdown melainkan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 dan juga melakukan tindakan tes massal menggunakan alat rapid test yang jika seseorang dinyatakan hasil tesnya reaktif maka akan dilakukan swab test untuk memastikan orang tersebut positif atau negatif Covid-19.


Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan diharuskan dapat mengurangi permasalahan yang sudah ada, Setidaknya upaya memberantas epidemi maupun pandemi di Indonesia dilakukan melalui tindakan-tindakan, seperti:  kewaspadaan diri, penanganan terhadap penderita, sumber penyakit harus dimusnahkan, dan sosialisasi kepada masyarakat. Upaya-upaya yang sistematis yang dilakukan diantaranya adalah perencanaan gerakan skala nasional pemberantasan penyakit dan perjanjian-perjanjian skala regional maupun internasional.


Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga membuat rilis panduan yang bersifat sementara sesuai dengan instrumen International Health Regulation 2005 (Organization, 2008) seperti panduan tentang surveilans dan respons, diagnosis via laboratorium, manajemen klinis, tindakan preventif dan tindakan pengendalian infeksi, komunikasi risiko, pola perawatan untuk pasien dengan status dalam pengawasan atau terduga terinfeksi Covid-19, dan pemberdayaan khalayak. Sebelumnya, WHO mengatakan Covid-19 tergolong virus yang eskalasi penyebarannya sangat tinggi juga menyebar di banyak sekali negara sehingga langsung menentukan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) sejak tanggal 30 Januari 2020 (Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri, 2020).

 

Pemerintah Indonesia selain mengadakan kegiatan Rapid Test di berbagai daerah, juga aktif memberlakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR), tes ini berupa pemeriksaaan imunoglobulin sebagai upaya tes screening terhadap Covid-19. Bedanya dengan Rapid Test, tes PCR dilakukan dengan pengambilan spesimen lendir, dahak, atau cairan pada nasofaring yang kemudian diteliti dengan cara mengubah RNA menjadi DNA sehingga alat PCR bisa memproses amplifikasi (perbanyakan materi genetik) sehingga mampu mendeteksi RNA virus corona, sedangkan Rapid Test dilakukan hanya dengan mengambil sedikit sampel darah untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG yang diproduksi tubuh untuk melawan Covid-19. Namun kalau soal sensitivitas, PCR masih unggul dibanding Rapid Test karena mungkin saja IgM dan IgG yang terbentuk itu karena adanya infeksi virus lain yang bukan Covid-19, akan tetapi PCR membutuhkan waktu yang cukup lama dan metodologi di laboratorium yang rumit.

 

Walaupun sudah cukup banyak artikel mengenai Covid-19 tapi masih belum ada yang melihat secara detail akan perencanaan pemerintah dalam empat strategi seperti strategi promotif, preventif, kuratif dan jejaring media sosial dalam rangka menangulangi persebaran virus Covid-19.

 

Tindakan-tindakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah baik strategi yang bersifat preventif (pencegahan), promotif (pemberdayaan), dan kuratif (pengobatan) yang berhubungan dengan kesehatan warga negara maupun strategi pemberian Jaring Pengaman Sosial (JPS) di tengah situasi pandemi agar warga negara merasa tercukupi secara ekonomi, karena dampak lain dari pandemik Covid-19 bukan hanya terkait krisis kesehatan akan tetapi krisis ekonomi juga merupakan hal yang pasti terjadi. Dalam hal ini, masyarakat juga harus berperan proaktif dalam mengikuti segala imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah, hal itu penting sebagai bentuk sinergitas antara pemerintah dan masyarakat yang sama-sama harus saling berkolaborasi untuk mempersingkat masa pandemi Covid-19 di Indonesia.

 

COVID-19 dan Persebarannya

Virus corona atau dikenal juga dengan nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) merupakan virus baru yang menginfeksi sistem pernapasan orang yang terjangkit, virus ini umumnya dikenal sebagai Covid-19. Virus ini bahkan membuat kita melakukan kebiasaan baru bahkan di Lembaga peradilan dan dunia Pendidikan. Virus Corona bisa menyebabkan hal yang fatal terutama bagi mereka yang mengidap gangguan pernapasan sebelumnya akan mengalami sindrom gangguan pada pernapasan tingkat akut walaupun sudah dinyatakan sembuh dari virus ini.

 

Hal itu disebut sebagai efek dalam jangka panjang dari infeksi Covid-19 dan penderita akan menurun fungsi paru-parunya sebanyak 20 sampai 30 persen setelah melewati serangkaian pemulihan. Selain paru-paru ternyata ginjal juga bisa terdampak, penderita Covid-19 dengan persentase 25 sampai 50 persen mengalami gangguan pada ginjal. Penyebabnya adalah protein dan juga sel darah merah akan cenderung lebih banyak. Dengan persentase 15 persen juga pasien Covid-19 cenderung turun fungsi penyaringan pada ginjalnya, serta penyakit ginjal akut juga bisa saja menjadi masalah lain yang akan diderita oleh orang yang terinfeksi Covid-19. 

 

Pada sistem saraf juga bisa saja terserang akibat infeksi dari Covid-19, virus ini dapat menyerang sistem pada saraf pusat. Di negara China misalnya orang yang menderita gangguan pada sistem saraf mencapai 36 persen dari 214 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Gejala-gejala yang timbul seperti pusing dan gangguan di indera pencium serta indera perasa.

 

Corona Virus Disease 2019 ini awal penyebarannya terjadi di kota Wuhan, China pada penghujung tahun 2019. Virus ini menyebar dengan sangat masif sehingga hampir semua negara melaporkan penemuan kasus Covid-19, tak terkecuali di negara Indonesia yang kasus pertamanya terjadi di awal bulan Maret 2020. Sehingga merupakan hal yang wajar banyaknya negara yang mengambil kebijakan sesuai dengan situasi dan kondisi di negara masing-masing dan membuat hubungan antara beberapa negara menjadi tidak berjalan baik salah satunya autrasilia dengan negara-negara pasifik, akan tetapi kebijakan yang paling banyak diambil adalah dengan memberlakukan lockdown yang dianggap sebagai strategi tercepat memutus mata rantai penyebaran virus yang satu ini.

 

Kebijakan Pemerintah

Terkhusus di Indonesia, setidaknya secara garis besar pemerintah telah melakukan berbagai strategi dalam menghambat penambahan kasus positif Covid-19 baru. Adapun strategi-strategi yang diberlakukan oleh pemerintah di Indonesia terbagi menjadi tiga dalam hal kesehatan yaitu dalam bentuk promotif, preventif dan kuratif untuk penanganan penyebaran Covid-19. Selain itu, dalam bidang ekonomi pemerintah juga memberlakukan Jaring Pengaman Sosial untuk membantu warga negara melewati masa krisis ekonomi.


Strategi Promotif

Pemerintah secara proaktif mengajak warga negara untuk meningkatkan imunitas guna mempersiapkan kondisi tubuh untuk menghadapi virus Covid-19 ini. Berbagai sumber merilis upaya-upaya apa saja yang bisa dilakukan oleh Masyarakat dalam memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa diantaranya adalah dengan tidak merokok dan berhenti mengonsumsi alkohol, mengatur pola tidur, serta mengonsumsi suplemen tubuh. Selain itu, pemerintah juga mengimbau warga negara untuk menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan mengikuti rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia  (WHO) dalam menghadapi wabah Covid-19.

 

Langkah-langkah proteksi mendasar seperti cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dengan air, menjaga jarak aman jika ada orang yang terlihat batuk dan bersin, memberlakukan etika batuk dan bersin seperti menutup mulut dengan tangan, dan pergi ke rumah sakit untuk melakukan crosscheck apabila terdapat gejala Covid-19 pada tubuh. Anjuran jarak aman untuk memenuhi kaidah physical distancing minimal satu meter karena tujuannya agar tidak terjadi penyebaran yang dipengaruhi oleh droplets penderita Covid-19. Pasien rawat inap yang ada indikasi terinfeksi Covid-19 juga harus diberlakukan jarak aman minimal satu meter tersebut dengan pasien atau petugas medis, dipakaikan masker khusus medis, diberi arahan mengenai etika batuk/bersin, dan dicontohkan cara cuci tangan yang baik dan benar.

 

Strategi Preventif

Presiden mendirikan gugus tugas khusus percepatan penanganan Covid-19 yang difungsikan sebagai juru teknis penanganan pandemi Covid-19 dan dukungan penuh dari seluruh aspek pertahanan. Dikala negara lain menerapkan karantina wilayah atau lockdown, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (kemenkes) menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Permenkes 9 tahun 2020 mengenai Panduan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan sebelumnya menerapkan social distancing serta physical distancing bagi masyarakat.

 

Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan suatu langkah yang cukup strategis untuk diambil oleh pemerintah dengan bertujuan menekan laju dari penularan Covid-19 di Indonesia ini Individu yang merasa pernah ada kontak dengan pasien yang dinyatakan positif Covid-19 juga harus memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan yang nantinya dilakukan serangkaian tes menggunakan metode rapid test terlebih dahulu dan nantinya jika reaktif akan dilakukan tes PCR, apabila orang tersebut mengalami gejala ringan bisa melakukan self-isolation dan jika gejalanya berat harus dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19.

 

Badan Kesehatan Dunia juga sudah merilis panduan penilaian risiko bagi petugas medis yang merawat pasien positif Covid-19 sebagai pedoman tindakan lanjutan. Bagi kelompok pasien Covid-19 yang berisiko tinggi, direkomendasikan agar ada isolasi di fasilitas kesehatan total dalam jangka waktu 14 hari dan terus dipantau petugas medis dan diberi pertolongan yang bisa membantu pasien Covid-19 agar cepat sembuh. Pada kelompok pasien Covid-19 yang berisiko rendah, diimbau melaksanakan self-isolation dengan selalu memerhatikan suhu tubuh dan sistem pernafasan selama 14 hari, apabila keluhan memberat harus segera minta tim medis menjemput agar bisa ditangani di fasilitas kesehatan. Pada masyarakat umum, upaya mitigasi dilaksanakan dengan tidak berkerumun dalam jumlah besar (social distancing) dan selalu jaga jarak aman satu meter (physical distancing). 

 

SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplets. Alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu strategi pencegahan penularan selama penggunaannya rasional. Selain itu, Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwasanya masker non medis dapat dijadikan salah satu Alat Pelindung Diri (APD) untuk masyarakat yang sehat untuk menghindari paparan droplets dari penderita Covid-19 yang masih berkeliaran di lingkungan, sedangkan masker medis ditekankan hanya digunakan oleh para petugas medis (World Health Organization, 2020).

 

Strategi Kuratif

Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Faisal Yunus Sp.P (K), FCCP kepada. Beliau mengatakan ada beberapa treatment yang diberikan kepada pasien Covid-19 contohnya adalah dengan pemberian obat yang dahulu pernah dipakai untuk wabah sebelum penyakit Sars-CoV2 seperti obat oseltamivir untuk wabah fluburung. Bagi pasien Covid-19 yang menderita pneumonia dilakukan intervensi medis berupa pemberian antibiotik dan juga mereka diminta mengonsumsi vitamin C dengan dosis tinggi di bawah pengawasan dokter. Apabila pasien menderita gangguan pada hati akan diberikan hepatoprotector yang merupakan senyawa obat yang dapat memproteksi hati dari kerusakan akibat virus.

 

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengatakan bahwa Indonesia akan memakai avigan dan klorokuin untuk mengobati pasien Covid-19. Klorokuin misalnya, sebelumnya dikenal sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit jenis malaria. Menurut Dr.Keri Lestari, M.Si,Apt. Penggunaan obat yang sedianya digunakan untuk penyakit tertentu dan sekarang dipakai untuk penyakit lain merupakan hal yang lumrah di dunia medis, istilahnya dikenal sebagai repurposing drug. Di dunia internasional, penggunaan obat jenis ini untuk menangani wabah Covid-19 mendapat sorotan dari Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). FDA mengatakan bahwa klorokuin belum disetujui sebagai obat virus corona, akan tetapi penggunaannya tetap diperbolehkan dengan seizin pasien corona itu sendiri.

 

Strategi Jaring Pengaman Sosial

Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang diterbitkan oleh pemerintah sebetulnya lebih banyak memuat terkait pengaturan kebijakan keuangan antara pusat dan daerah, stabilitas sistem keuangan, kebijakan perpajakan, pemulihan perekonomian nasional, dsb. Sedangkan untuk Jaring Pengaman Sosial hanya disinggung sedikit dan hanya berupa pasal yang menyebutkan dana desa bisa digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk miskin di tingkat desa dan program percepatan penanganan Covid-19 (Maftuchan, 2020).

 

Pemerintah melalui konferensi pers yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo per tanggal 31 Maret 2020 mengumumkan skema Jaring Pengaman Sosial yang akan berlaku untuk membantu masyarakat di tengah pandemi, hal ini dinilai oleh berbagai kalangan tak kalah pentingnya dengan strategi-strategi yang berhubungan dengan kesehatan karena dengan ekonomi yang terjamin membuat efektivitas dari program seperti PSBB bisa terjamin. Adapun rincian skema bantuannya adalah sebagai berikut;

(1)      Program Keluarga Harapan (PKH) yang penerima manfaatnya ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta dengan besaran manfaatnya meningkat 25 persen dari yang sebelumnya. Seperti untuk ibu hamil naik dari Rp 2.400.000,00 menjadi Rp 3.000.000,00 per tahun, keluarga dengan anak usia dini sebesar Rp 3.000.000,00 per tahun, keluarga dengan disabilitas Rp 2.400.000,00 per tahun. Kebijakan ini telah efektif sejak bulan April 2020 dengan anggaran yang dialokasikan sebesar 37,4 Triliun;

(2)      Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Pemerintah meningkatkan juga penerima bantuan jenis ini dari 15,2 juta menjadi 20 juta dengan diikuti naiknya persentase besaran bantuan 30 persen dari yang tadinya Rp. 150.000,00 per penerima menjadi Rp. 200.000,00 per penerima;

(3)      Kartu Prakerja, untuk jenis bantuan ini juga ternyata pemerintah menaikkan anggarannya dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp. 10 triliun menjadi Rp. 20 triliun, penerima manfaatnya sebanyak 5,6 juta orang dengan sasaran pekerja informal dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan nilai manfaat antara Rp. 650.000,00 – Rp. 1.000.000,00 per bulan dan berlaku selama empat bulan;

(4)      Bantuan Subsidi Listrik, Pemerintah memberi subsidi penuh terhadap pelanggan listrik bertegangan 450 VA yang jika dilihat dari jumlah penggunanya sebanyak 24 Juta. Pemerintah juga bersubsidi 50 persen bagi pengguna listrik bertegangan 900 VA yang jumlah penggunanya sebanyak 7 Juta pelanggan. Kedua jenis subsidi listrik tersebut sama-sama berlaku tiga bulan mulai dari April hingga Juni 2020;

(5)      Alokasi cadangan anggaran, dana sebesar Rp 25 Triliun akan digunakan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan pokok, operasi pasar dan logistik;

(6)      Pemerintah akan memberi keringanan kredit dibawah 10 miliar untuk pekerja sektor informal dan pelaku UMKM.

 

Analisis Sinergitas Antara Pemerintah dan Masyarakat

Apabila berbicara juga mengenai kesehatan selama pandemi Covid-19, menurut Badan Kesehatan Dunia dinyatakan bahwa “memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak asasi bagi setiap orang”. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kesehatan merupakan fundamental rights atau hak mendasar. Kewajiban untuk menjunjung tinggi hak kesehatan warga negara sudah pasti dibebankan kepada pemerintah, menurut Badan Kesehatan Dunia “government has a responsibility for the health of their people which can be fullfilled only by the provision of adequate health and social measure”.

 

Sudah jelas bahwasanya dalam menentukan arah kebijakan selama pandemi Covid-19 prioritas pemerintah harus mengacu kepada bidang kesehatan bukan kepada bidang lain semisal ekonomi. Hal ini penting dalam menjamin kesehatan warga negara karena ekonomi masih bisa di

bangkitkan lagi ketika masa pandemi Covid-19 selesai, akan tetapi warga negara yang menjadi korban jiwa sudah tidak bisa dikembalikan lagi pastinya. Karena sebenarnya dalam slogan hukum juga sudah jelas ditegaskan bahwa keselamatan warga adalah hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto.


Saat ini setelah PSBB diberlakukan di berbagai daerah selama kurang lebih dua bulan, kini pemerintah pusat dan daerah mulai melakukan relaksasi dengan dua opsi kebijakan yang terdiri dari;

(1)      PSBL (Pembatasan Sosial Berskala Lokal), pemberlakuannya ada dilokus kecil seperti RT atau RW dengan status zona merah, contohnya seperti informasi yang diambil melalui (Vivanews.com, 2020), RT 05 RW 04 di Petamburan yang masuk kategori zona merah memberlakukan kebijakan ini, teknisnya tidak jauh beda sebetulnya dengan PSBB, hanya saja cakupannya yang berbeda karena dilakukan di skala RT atau RW, hal-hal yang dilakukan warga diantaranya adalah melakukan penutupan akses keluar masuk, pemberian masker bagi warga yang keluar rumah, pembuatan tempat cuci tangan, dsb;

(2)      New normal life (Tatanan kehidupan normal yang baru), opsi yang satu ini cukup kontroversial karena diberlakukan disaat angka penambahan kasus positif masih terbilang banyak tiap harinya, konsep ini dikemukakan pertama kali ketika Presiden Joko Widodo memberi keterangannya di Istana Merdeka, beliau mengatakan bahwa “Sampai nanti ditemukan vaksin yang efektif untuk Covid-19, maka kita harus hidup dengan berdamai bersama Covid-19 untuk beberapa waktu kedepan”. Narasi yang dipakai oleh Presiden Joko Widodo tersebut menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, serta Media di Sekretariat Presiden, Boy Machmudin, memiliki arti penyesuaian dengan tatanan kehidupan normal yang baru. Pada tataran konsep, yang dimaksud dengan new normal life adalah masyarakat melakukan aktivitas seperti sebelum ada pandemi Covid-19 akan tetapi diatur dengan protokol kesehatan yang sangat ketat seperti physical distancing, menggunakan masker saat bepergian, social distancing, serta mencuci tangan setiap waktu. Menurut Wiku selaku ketua Tim Pakar Gugas Percepetan Penanganan Covid-19, new normal life adalah sebuah perubahan atas perilaku masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas tapi dengan protokol kesehatan ketat agar mencegah menularnya Covid-19 (Indonesia.go.id, 2020).

 

Relaksasi PSBB memang sangat kontraproduktif dengan situasi dan kondisi yang sebetulnya belum cukup aman dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan tetapi jika pemerintah sudah menetapkan protokol kesehatan selama fase PSBL maupun new normal life, seyogyanya masyarakat mengikuti imbauan tersebut, karena jika sudah tidak ada lagi intervensi pemerintah terhadap arus mobilitas warga diluar maka prinsip kehati-hatian harus ditingkatkan, karena bisa jadi banyak orang yang menjadi carrier Covid-19.

 

Maka dari itu pemerintah tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat terkait bahaya tersebut dan meminta masyarakat agar berdiam diri di rumah saja apabila tidak ada aktivitas yang mendesak, sekarang tinggal bagaimana masyarakat berpikir secara logis dan rasional dalam menyikapi hal ini. Jangan sampai terjadi bias kognitif, bias kognitif itu sendiri adalah suatu kesalahan terstruktur dalam cara pikir yang mempengaruhi penilaian dan keputusan yang dipakai seseorang. Masyarakat harus menghindari pemikiran yang bias tersebut, karena cepat atau lambatnya masa pandemi Covid-19 juga selain dipengaruhi oleh pengaturan kebijakan dari pemerintah juga dipengaruhi oleh kedisiplinan masyarakat dalam mematuhinya.


Sinergitas antara pemerintah dan masyarakat merupakan hal utama dalam menangulangi penyebaran wabah Covid-19, Sebagaimana diketahui pemerintah merelaksasi PSBB dan mengeluarkan dua opsi yakni Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) tingkat RT atau RW dan new normal life atau tatanan kehidupan normal yang baru yang mana kedua kebijakan ini sangat tergantung dari peran serta masyarakat untuk taat mengikutinya. Untuk peran pimpinan daerah seperti RT/RW merupakan hal pokok utama yang dapat dikondisikan pemerintah dalam mengupayakan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dapat terjadi.


No comments: