Saturday, March 24, 2018

SOAL JAWAB PERPAJAKAN


Tipe Soal Pilihan Ganda 

Berikan tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang Anda anggap paling benar!

Tes Formatif  Kegiatan Belajar 1 tentang Pengantar Perpajakan

1. Berikut adalah unsur-unsur pajak: 
a. Dipungut oleh negara berupa barang 
b. Ada jasa timbal secara langsung bagi penyetor pajak 
c. Dipungut berdasarkan Undang-undang 
d. Digunakan untuk membiayai Satker dimana bendahara menyetor pajak 

2. Berikut adalah format NPWP : . . . . 
a. Dua digit pertama adalah status wajib pajak. 
b. Enam digit kedua adalah identitas wajib pajak.
c. Satu digit ketiga adalah nomor registrasi. 
d. Tiga digit keempat adalah kode KPP 

3. Keterlambatan SPT Masa Pasal 21, oleh bendahara dapat dikenakan sanksi . . . . 
a. Rp. 500.000,00 
b. Rp. 50.000,00 
c. Rp.1.000.000,00 
d. Rp. 100.000,00 

4. Berikut jangka waktu penyetoran pajak yang benar . . . 
a. Penyetoran PPh pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 10 setelah masa pajak berakhir. 
b. Penyetoran PPh pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10 setelah masa pajak berakhir. 
c. Penyetoran PPh pasal PPh pasal 23 selambat-lambatnya tujuh hari setelah tanggal pembayaran. 
d. Penyetoran PPN selambat-lambatnya tanggal 10 setelah masa pajak berakhir.

5. Berikut jangka waktu pelaporan pajak terutang yang benar . . . 
a. Pelaporan PPh pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 20 setelah masa pajak berakhir. 
b. Pelaporan PPh pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10 setelah masa pajak berakhir. 
c. Pelaporan pasal PPh pasal 23 tanggal 10 setelah masa pajak berakhir. 
d. Pelaporan PPN selambat-lambatnya tanggal 14 setelah masa pajak berakhir. 

6. Berikut di bawah ini adalah bukan merupakan bentuk darai Bukti Penerimaan Negara: 
a. Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing. 
b. Struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC. 
c. Dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking. 
d. Kuitansi bank untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB. 

7. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan dimulai sejak . . . . 
a. Wajib Pajak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 
b. Wajib Pajak terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. 
c. Wajib Pajak memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 
d. Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. 

8. Berikut adalah pernyataan yang benar terkait NPWP bendahara pengeluaran 
a. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. 
b. Apabila terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, harus mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP baru. 
c. Persyaratan objektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. 
d. Persyaratan subjektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

9. Sanksi yang dikenakan terhadap setiap orang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diberikan sanksi seperti dibawah ini kecuali: 
a. Penjara paling singkat 6 (enam) bulan. 
b. Penjara paling lama 6 (enam) tahun. 
c. Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 
d. Denda paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 

10. Berikut adalah pernyataan yang benar terkait penyetoran dan pelaporan pajak yang telah dipotong/dipungut bendahara: 
a. PPh pasal 21 dipotong , disetorkan dan dilaporkan setiap bulan. 
b. PPh pasal 23 dipotong, disetorkan jika ada transaksi dan dilaporkan setiap bulan. 
c. PPh pasal 22 dipungut, disetorkan jika ada transaksi dan dilaporkan setiap bulan. 
d. PPN dipungut, disetorkan dan dilaporkan setiap bulan.


Tes Formatif Kegiatan Belajar 2 tentang Pajak Penghasilan

1. Berikut dibawah ini yang tidak termasuk subjek pajak dalam negeri: 
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan 
b. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia 
c. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimana pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan 
d. Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 

2. Berikut di bawah ini adalah bukan termasuk penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan: 
a. Penghasilan dari pekerjaan dan pekerjaan bebas 
b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan 
c. Penghasilan dari hadiah undian 
d. Penghasilan dari bantuan atau sumbangan dan harta hibahan 

3. Iwan adalah PNS dengan status kawin dengan 1 anak, maka PTKP yang bisa dikurangkan terhadap penghasilan Iwan adalah 
a. Rp. 54.000.000,00 
b. Rp. 58.500.000,00 
c. Rp.63.000.000,00 
d. Rp.67.500.000,00 

4. Atas pembayaran honorarium kepada Pegawai Negeri Sipil golongan III/a dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 sebesar . . . . 
a. 15% dari penghasilan bruto bersifat final. 
b. 5% dari penghasilan bruto. 
c. 15% dari penghasilan neto. 
d. Tidak dipotong pajak.

5. Dasar Pengenaan Pajak PPh pasal 21 atas pembayaran yang dilakukan oleh bendahara kepada penerima penghasilan yang berkedudukan sebagai tenaga ahli adalah . . . . 
a. 15% dari penghasilan bruto. 
b. 5% dari penghasilan bruto. 
c. 20% dari penghasilan bruto 
d. 50% dari penghasilan brutto 

6. Andi dipekerjakan secara harian dengan honorarium sebesar Rp. 470.000,00 per hari. Atas pembayaran terhadap Andi bendahara memotong pajak sebesar. . . . 
a. Rp.8.500,00 
b. Rp.18.000,00 
c. Rp.1.000,00 
d. Rp.3.500,00 

7. Objek pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 adalah . . . . 
a. Penghasilan yang dari kegiatan, jasa, atau pekerjaan sehubungan dengan hubungan kerja. 
b. Penghasilan yang diterima karena adanya pembayaran jasa yang dilakukan oleh badan. 
c. Pembayaran sehubungan dengan penyerahan barang karena adanya kegiatan pembelian. 
d. Penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak. 

8. Apabila penyedia bara/jasa yang dikenakan pemungutan pajak penghasilan pasal 22 tidak memiliki NPWP dikenakan sanksi berupa . . . . 
a. Denda sebesar 2% per bulan. 
b. Tambahan tarif sebesar 100% dari penghasilan bruto. 
c. Denda sebesar 100% dari pajak yang seharusnya dipungut. 
d. Denda sebesar 20% dari pajak yang seharusnya dipungut. 

9. Bendahara melakukan pembayaran sewa mesin fotokopi sebesar Rp.500.000,00 dikenakan. . . . 
a. PPh pasal 23 sebesar Rp.10.000,00. 
b. PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp.10.000,00. 
c. Tidak dikenakan Pajak penghasilan 
d. PPh pasal 23 sebesar Rp.7.500,00 

10. Tarif pajak penghasilan pasal 26 yang dipotong oleh bendahara adalah sebesar . . . .
a. 20% dari jumlah pembayaran/bruto. 
b. 15% dari jumlah pembayaran /bruto. 
c. 5% dari jumlah pembayaran /bruto. 
d. 20% dari jumlah pembayaran neto. 

11. Besarnya pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan adalah . . . . 
a. 5%. 
b. 10%. 
c. 15%. 
d. 20%. 

12. Tarif pajak penghasilan final jasa konstruksi untuk perencana konstruksi oleh penyedia jasa yang telah memiliki kualifikasi usaha adalah . . . . 
a. 4%.
b. 10%. 
c. 2%. 
d. 6%. 

13. Bendahara melakukan pembayaran Sewa gedung sebesar Rp. 1.500.000,00 (tidak termasuk PPN) terhadap pembayaran tersebut dikenakan pajak penghasilan sebesar 
a. PPh pasal 23 sebesar Rp.30.000,00 
b. PPh pasal 23 sebesar Rp.150.000,00 
c. PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp.30.000,00 
d. PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp.150.000,00 

14. Bendahara melakukan pembayaran pengadaan ATK sebesar Rp. 1.500.000,00 (tidak termasuk PPN) kepada UD Bobo. UD Bobo tidak mempunyai NPWP. Terhadap pembayarn tersebut bendahara memungut PPh sebesar . . . . 
a. PPh pasal 22 sebesar Rp.45.000,00 
b. PPh pasal 22 sebesar Rp.22.500,00
 c. PPh pasal 23 sebesar Rp.30.000,00 
d. Tidak dikenakan Pajak Penghasilan 

15. Kode jenis setoran PPh pasal 22 untuk pemungutan pajak yang dilakukan oleh bendahara APBN adalah 
a. 100 
b. 900 
c. 910 
d. 920


Tes Formatif  Kegiatan Belajar 3 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1. Undang-undang yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), adalah . . . . 
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000. 
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1985. 
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009. 
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. 

2. Berikut ini merupakan pembayaran yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai barang/jasa, kecuali . 
a. Pembayaran untuk pembebasan tanah. 
b. Pembayaran pembelian beras 
c. Pembayaran Atas pembelian makanan catering 
d. Pembayaran atas pembelian ATK sebesar Rp.1.200.000,00. 

3. Berikut ini adalah termasuk jasa yang dipungut PPN adalah . . . . 
a. Jasa perhotelan. 
b. Jasa kesenian/hiburan. 
c. Jasa pelayanan medis. 
d. Jasa sewa gedung 

4. Bendahara melakukan pembayaran atas pembelian ATK sebesar Rp.10.000.000 (harga termasuk PPN) berapakah PPN yang dipungut oleh bendahara . . . . 
a. Rp.100.000,00. 
b. Rp.90.909,00 
c. Rp.90.000,00. 
d. Rp.110.000,00

5. Faktur pajak adalah . . . .
a. Bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau sebagai bukti pemungutan pajak karena impor barang kena pajak. 
b. Bukti setoran Pajak pertambahan nilai barang/jasa atau pajak penjualan barang mewah yang dibuat oleh pengusaha kena pajak. 
c. Bukti pelaporan pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan barang mewah yang dibuat oleh pengusaha kena pajak. 
d. Bukti pungutan pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan barang mewah yang dibuat oleh bendahara. 

6. Pembelian alat-alat tulis kantor (ATK) sebesar Rp. 1.000.000,00 dikenakan pemungutan PPN oleh bendahara sebesar . . . . 
a. 10% x Rp.1.000.000,00.
b. 10/110 x Rp. 1.000.000,00.
c. 10% x (Rp. 1.000.000,00 – PPh pasal 22). 
d. Tidak dipungut. 

7. Pembayaran pembebasan tanah oleh bendahara dikenakan PPN sebesar . . . . 
a. 10% x nilai penggantian. 
b. 10/100 x nilai penggantian. 
c. 5% x nilai penggantian. 
d. Tidak dipungut. 

8. Atas pengadaan komputer dengan nilai pembayaran sebesar Rp.9.350.000,00 (harga sudah termasuk PPN) dikenakan pemungutan PPN oleh bendahara sebesar . . . . 
a. Rp.935.000,00. 
b. Rp.850.000,00. 
c. Rp.425.000,00. 
d. Rp.467.500,00. 

9. Pajak Penjualan Barang Mewah hanya dipungut oleh bendahara dalam hal . . . . 
a. PKP penyedia barang bertindak selaku pabrikan dari barang kena pajak yang tergolong mewah. 
b. PKP penyedia barang bertindak selaku pedagang besar. 
c. PKP penyedia barang bertindak selaku pengusaha kecil. 
d. PKP penyedia barang bertindak selaku agen tunggal.

10. Pemungutan PPN oleh bendahara harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada: 
a. Tanggal 10 bulan berikutnya. 
b. Akhir bulan berikutnya. 
c. Tanggal 20 bulan berikutnya. 
d. Tiga bulan setelah tahun pajak berakhir


Tes Formatif Kegiatan Belajar 4 tentang Bea Meterai

1. Objek pemungutan Bea Meterai adalah . . . . 
a. Dokumen. 
b. Surat tanda/Stuk. 
c. Kuitansi. 
d. Perjanjian. 

2. Dokumen yang harus bayar Bea Meterai adalah . . . . 
a. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di peradilan dalam keadaan yang bersifat pidana. b. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di peradilan dalam keadaan yang bersifat perdata. 
c. Dokumen yang akan digunakan sebagai bukti kepemilikan. 
d. Dokumen pemerintah yang dikeluarkan untuk diberikan kepada orang dan/atau badan. 

3. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, mulai terutang bea meterai pada saat . . . . 
a. Pada saat dokumen ditandatangani untuk memperoleh pembayaran. 
b. Pada saat dokumen selesai dibuat dan ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan. 
c. Pada saat dokumen selesai dibuat, diserahkan dan diterima oleh pihak yang berkepentingan. 
d. Pada saat dokumen memperoleh pengesahan dari yang berhak menerima. 

4. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak mulai terutang bea meterai pada saat 
a. Pada saat dokumen disahkan oleh Notaris/PPAT. 
b. Pada saat dokumen diterima oleh bendahara. 
c. Pada saat dokumen selesai ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 
d. Pada saat dokumen digunakan untuk memperoleh pembayaran.

5. Dokumen yang dibuat di luar negeri, terutang bea meterai pada saat . . . . 
a. Pada saat dokumen digunakan di Indonesia. 
b. Pada saat dokumen ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan 
c. Pada saat dokumen memperoleh pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 
d. Pada saat dokumen dilegalisir oleh Departemen Luar Negeri. 

6. Dokumen yang tidak dikenakan bea meterai, kecuali: 
a. Surat penyimpanan barang.
b. Bukti pengiriman barang 
c. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara 
d. Kuitansi pembayaran ATK senilai Rp.300.000,00 

7. Tata cara pelunasan bea meterai adalah sebagai berikut, kecuali . . . . 
a. Menggunakan kertas meterai 
b. Menggunakan mesin tera bea meterai 
c. Menyetorkan secara tunai bea meterai 
d. Menggunakan alat cetak 

8. Kewajiban pemenuhan bea meterai menjadi daluwarsa apabila telah melampaui . . . . 
a. 3 tahun 
b. 5 tahun 
c. 8 tahun. 
d. 10 tahun. 

9. Bea meterai atas kuitansi dengan nilai sebesar Rp.1.000.000,00 dikenakan bea meterai sebesar: 
a. Rp.6.000,00. 
b. Rp.3.000,00. 
c. Rp. 3000,00 ditambah sanksi denda 200%. 
d. Tidak terutang bea meterai. 

10. Bea meterei atas surat perjanjian yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di peradilan dikenakan bea memerai sebesar: 
a. Rp.6.000,00. 
b. Rp.3.000,00. 
c. Rp.6.000,00 ditambah denda keterlambatan sebesar 200%. 
d. Tidak terutang bea meterai.


TES SUMATIF  

1. Pembayaran oleh bendahara pengeluaran atas belanja barang sebesar Rp.1.800.000,00 dari penyedia yang tidak ber NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP dikenakan: 
a. PPh pasal 22 dengan tarif 1,5 % dan PPN. 
b. PPH pasal 22 sebesar 3% dan PPN 
c. PPN dengan tarif 10%. 
d. PPh pasal 23. 

2. Kode akun dan jenis setoran untuk penyetoran PPh atas pembelian barang sebesar Rp. 5.000.000,00 oleh bendahara pengeluaran adalah . . 
a. 411122 / 100 
b. 411122 / 900 
c. 411122 / 910. 
d. 411122 / 920 

3. Bendahara melakukan pembayaran honorarium pejabat pengadaan kepada Iwan/Golongan III/a. Atas pembayaran tersebut bendahara memotong PPh sebesar? 
a. PPh pasal 21 sebesar 15%.
b. PPh pasal 21 sebesar 5%. 
c. PPh pasal 21 sebesar 0%. 
d. PPh pasal 21 sebesar 5% x (50% x honorarium) 

4. Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dengan jumlah paling banyak 50 juta dikenakan tarif PPh sebesar 
a. 5% 
b. 10% 
c. 15% 
d. 25% 

5. Besarnya PTKP dalam satu tahun pajak ditentukan oleh kondisi atau keadaan wajib pajak pada 
a. Awal memiliki status sebagai wajib pajak 
b. 1 Januari tahun pajak berjalan 
c. 31 Desember tahun pajak sebelumnya 
d. Bulan pertama menerima gaji/penghasilan 

6. Iwan Prayitno adalah seorang PNS dengan status K/3, Penghasilan Tidak Kena Pajak yang bisa dikurangkan terhadap penghasilannya, sebesar: 
a. 58.500.000 
b. 63.000.000 
c. 67.500.000 
d. 72.000.000 

7. Saat terutang Pajak Penghasilan pasal 22 atas pembelian barang yang dananya berasal dari APBN/D adalah . . . . 
a. Pada saat dilakukannya kontrak pengadaan barang. 
b. Pada saat penyerahan barang. 
c. Pada saat dilakukan pembayaran. 
d. Pada saat pembelian barang. 

8. Salah satu bukti bahwa rekanan/penyedia barang/jasa adalah pengusaha kena pajak (PKP) adalah.
a. Rekanan memiliki NPWP 
b. Rekanan memiliki SIUP 
c. Rekanan memiliki laporan keuangan 
d. Rekanan memiliki nomor seri faktur pajak dari KPP setempat 

9. Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah . . . . 
a. Merupakan pemotongan pajak penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak karena adanya hubungan kerja. 
b. Merupakan pemotongan pajak penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. 
c. Merupakan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima orang asing yang telah memilih untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri. 
d. Merupakan pemotongan pajak penghasilan dengan nama dan dalam bantuan apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah selaku subyek pajak dalam negeri. 

10. Kode Akun untuk penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 adalah
a. 411121 
b. 411122 
c. 411124 
d. 411128 

11. Faktur Pajak adalah . . . .
a. Bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak atau sebagai bukti pungutan pajak karena impor barang Kena Pajak. 
b. Bukti setoran Pajak Pertambahan Nilai Barang/Jasa atau Pajak Penjualan Barang Mewah yang dibuat Pengusaha Kena Pajak. 
c. Bukti pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Barang/Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. 
d. Bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang/Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak. 

12. Format NPWP adalah
Huruf C menunjukkan kode
a. Identitas Wajib Pajak
b. Nomor Registrasi
c. Kode KPP
d. Status Wajib Pajak

13. Bendahara Pengeluaran Satker A pada tanggal 15 April 2016 telah memungut PPh pasal 22. Terhadap pemungutan tersebut penyetoran pajak harus dilakukan selambat-lambatnya:
a. Tanggal 10 Mei 2016
b. Tanggal 14 Mei 2016
c. Tanggal 31 April 2016
d. Tanggal 22 April 2016

14. Kapan batas pelaporan PPh pasal 4 (2) oleh bendahara pengeluaran
a. 20 hari setelah masa pajak berakhir
b. 14 hari setelah masa pajak berakhir
c. 7 hari setelah masa pajak berakhir
d. Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

15. Bendahara satker A melakukan transaksi pembayaran Jasa catering kepada CV Rindu Catering sebesar Rp. 10.000.000,-. Terhadap pembayaran tersebut dikenakan pajak:
a. PPN dan PPh pasal 22
b. PPN dan PPh pasal 23
c. PPN
d. PPh pasal 23

16. Terhadap transaksi pemeliharaan gedung kepada CV Maju Kontruksindo seorang pengusaha kontruksi yang mempunyai Izin Usaha Jasa Kontruksi dikenakan Pajak Penghasilan:
a. PPh pasal 23 
b. PPh pasal 22 
c. PPh pasal 4 (2) 
d. PPh pasal 26 

17. Berikut adalah transaksi yang tidak dibebaskan dari pungutan PPN: 
a. Pembelian makanan dari warung padang 
b. Pembelian beras untuk bahan makanan tahanan 
c. Jasa akomodasi penginapan ke Park Hotel 
d. Jasa pengiriman surat ke PT Kertagaya Pusaka 

18. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 jenis dokumen yang tidak dikenakan bea meterai antar lain adalah . . . . 
a. Surat perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan , kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. 
b. Akta- akta notaris termasuk salinannya. 
c. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah / PPAT termasuk salinannya. 
d. Tanda terima gaji, uang tunggu dan pembayaran lain yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu. 

19. Untuk bea meterai yang dibuat di luar negeri, terutang bea meterai pada saat . . . . 
a. Saat selesai ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 
b. Saat dokumen selesai dibuat dan diserahkan kepada pihak – pihak yang berkepentingan. 
c. Saat dokumen akan digunakan di Indonesia. 
d. Saat dokumen akan digunakan sebagai alat bukti di peradilan. 

20. Tanda penerimaan uang yang mempunyai nilai nominal lebih dari Rp.250.000,00 sampai dengan Rp.1.000.000,00 dikenakan bea meterai sebesar . . . . 
a. Rp. 6.000,00. 
b. Rp. 3.000,00. 
c. Tidak ada bea meterai / tidak dipungut. 
d. Bea meterai bisa dilakukan dengan pelunasan kemudian.


KUNCI JAWABAN 





BEA METERAI


Pengertian Bea Meterai

Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang- Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 atau disebut juga Undang-Undang Bea Meterai. Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu, untuk mengatur pelaksanaannya, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.


Objek Pemungutan Bea Meterai

Objek pemungutan bea meterai diatur berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang nomor 13 tahun 1985 adalah dokumen. Dokumen yang menjadi objek pemungutan adalah dokumen yang ditulis di atas kertas. Dokumen yang tidak ditulis di atas kertas tidak termasuk ke dalam objek dari pemungutan bea meterai. Misal dokumen yang disimpan di dalam komputer, film dan CD bukan merupakan objek pemungutan bea meterai, namun tidak semua dokumen harus membayar bea meterai. Dokumen yang harus dibayar bea meterainya adalah dokumen yang akan digunakan sebagi alat bukti di peradilan dalam rangka hukum perdata. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 atau disebut juga UndangUndang Bea Meterai dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang dikenakan tarif bea meterai antara lain:


Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai

Terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada surat tanda tanpa bea meterai, namun berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa terdapat dokumen-dokumen tertentu tidak dikenakan bea meterai, antara lain: 
1. Dokumen yang berupa: 
a. Surat penyimpanan barang; 
b. Konosemen; 
c. Surat angkutan penumpang dan barang; 
d. Bukti pengiriman dan penerimaan barang; 
e. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; f. Surat-surat lainnya dalam rangka hukum publik. 

2. Segala bentuk ijazah, yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran; 

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran tersebut; 

4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas daerah, dan bank; 

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas Negara, kas pemda dan bank; 

6. Tanda terima penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi; 

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; 

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian; 

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.


Saat Terutangnya Bea Meterai

Pada dasarnya, bea meterai terutang pada saat dokumen tersebut selesai dibuat atau pada saat dokumen tersebut selesai digunakan. Untuk mengetahui suatu dokumen mulai terutang bea meterai, maka dapat dilihat dari sifat dokumen tersebut. Sifat dokumen digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu: 

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah terutang pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, jadi bukan pada saat ditandatangani. 
Contoh: Kuitansi tanda terima uang, terutang bea meterai pada saat kuitansi tersebut diserahkan. 

2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah terutang pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
Contoh: Dokumen perjanjian hutang piutang, terutang bea meterai setelah dokumen hutang piutang tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak. 

3. Dokumen yang dibuat di luar negeri, adalah terutang pada saat digunakan di Indonesia. 
Contoh: Dokumen perjanjian antara Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Perusahaan Kontraktor di Prancis dalam rangka pembuatan sistem pengeboran minyak lepas pantai. Perjanjian dibuat di Paris, maka atas dokumen perjanjian tersebut terutang bea meterai pada saat dimulainya pelaksanaan perjanjian tersebut di Indonesia.


Tata Cara Pelunasan Bea Meterai

Pihak yang terutang bea meterai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Pelunasan bea meterai terhadap dokumen yang terutang bea meterai dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 
1. Menggunakan benda meterai/meterai tempel; Pelunasan dengan meterai tempel/benda meterai diatur berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 122A/PJ/2000 tanggal 1 Mei tahun 2000. Pelaksanaan pelunasan dilakukan dengan menempelkan meterai di tempat di mana tanda tangan akan dibubuhkan dan tanda tangan tersebut harus dibubuhkan sebagian di atas meterai tempel dan sebagian di atas dokumen. 
2. Menggunakan kertas meterai/kertas segel; Pelunasan bea meterai dengan menggunakan kertas meterai atau sering dikenal dengan kertas segel, yakni dengan menggunakan kertas meterai/kertas segel yang sah dikeluarkan oleh pemerintah dengan bentuk, ukuran dan warna sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2000 c.q. Keputusan Menteri Keuangan nomor 133/KMK.04/2000, yaitu ukuran kertas A3 atau A4 kopur Rp.6.000,00. 
3. Menggunakan mesin tera bea meterai (taxograph); Pelunasan bea meterai dengan mesin tera bea meterai dapat dilakukan dengan izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dan hasil pencetakan bea meterai lunas dibayar, dilaporkan ke Direktur Jenderal Pajak (Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133B/KMK.04/2000), dengan ketentuan pelunasan dengan membubuhkan tanda meterai lunas dibayar, sebagai berikut: 

Cara pelunasan dengan mesin tera hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.

Berikut ini beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam hal penerbitan dokumen yang menggunakan mesin tera, antara lain: 

a. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan bea meterai dengan mesin tera bea meterai harus mengajukan izin secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merek dan tahun pembuatan mesin tera yang akan dipergunakan. Dilampiri surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi bea meterai setiap hari; 

b. Sebelum menggunakan mesin tera bea meterai, harus melakukan penyetoran di muka minimal sebesar Rp.15.000.000,00 ke Kas Negara (melalui bank persepsi); 

c. Kepada penerbit dokumen yang mendapat izin penggunaan mesin tera bea meterai berkewajiban untuk: 
1) Menyampaikan laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan. 
2) Apabila mesin tera tidak dipakai lagi, harus membuat laporan paling lambat satu bulan setelah mesin tera tidak dipakai. 

d. Izin penggunaan mesin tera bea meterai berlaku 2 tahun, apabila sudah melewati batas waktu 2 tahun dan tidak diperpanjang izinnya, maka izin penggunaan mesin tera bea meterai tersebut dicabut. 

e. Laporan ke kantor Pelayanan Pajak akan mengakibatkan pencabutan izin penggunaan mesin tera bea meterai. 

4. Menggunakan alat cetak; Pelunasan bea meterai dengan menggunakan alat cetak, dilaksanakan oleh Perum PERURI dan/atau Perusahaan Sekuriti yang mendapat izin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. Diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro dan efek dengan nama atau bentuk apapun; 
b. Harus dilakukan pembayaran di muka sejumlah dokumen yang harus dilunasi bea meterai ke Kas Negara melalui Bank Persepsi; 
c. Mengajukan izin ke Direktur Jenderal Pajak; 
d. Perum PERURI harus lapor bulanan ke Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 di bulan berikutnya; 
e. Tanpa izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dapat dikenakan sanksi pidana selama-lamanya 7 tahun. 

5. Menggunakan Sistem Komputerisasi Pelunasan dengan sistem komputerisasi dilaksanakan hanya untuk dokumen yang berbentuk surat: 
a. Yang menyebutkan jumlah uang; 
b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank; 
c. Yang berisi pengakuan bahwa utang yang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi. 

Pelaksanaan penggunaan sistem komputerisasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 

a. Pelaksanaannya harus mengajukan izin tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi bea meterai setiap hari; 
b. Penerbit dokumen dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputer, harus terlebih dahulu melakukan pembayaran bea meterai di muka, minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi bea meterai setiap bulannya ke rekening Kas Negara, yang mana penyetorannya melalui bank persepsi; 
c. Pelunasan dengan menggunakan komputerisasi harus membuat laporan bulanan tentang realisasi penggunaan (paling lambat tanggal 15 setiap bulannya); 
d. Saldo bea meterai yang lebih dibayar pada saat mengajukan izin masih mencukupi kebutuhan untuk pemeteraian 1 bulan; 
e. Penggunaan pelunasan bea meterai dengan sistem komputerisasi tanpa izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985, dipidana maksimal 7 (tujuh) tahun; 
f. Bea meterai kurang bayar yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian dari pembayaran di muka dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang kurang dibayar; 
g. Apabila melewati masa berlakunya izin yang diberikan, maka dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin; 
h. Apabila laporan ke Direktorat Jenderal Pajak melewati batas waktu dikenakan sanksi pencabutan izin.


Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi bea meterai sebagaimana mestinya maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemeteraian kemudian atas dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya. 

Pemeteraian kemudian dilakukan atas: 
a. Dokumen yang semula tidak terutang bea meterai, namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan; 
b. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan 
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.


Daluwarsa dan Sanksi

Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang mempunyai daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun sejak tanggal dokumen dibuat. Hal ini berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kuitansi. Berdasarkan pasal 8 UU No.13 Tahun 1985 disebutkan bahwa dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pelunasan bea meterai terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian. Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pejabat pos. 

Contoh Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan, Pengisian Formulir PPN Bendahara


1. Belanja Barang 

a. Simulasi Transaksi 

Pada bulan Maret 2016 Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan transaksi sebagaimana berikut: 

1) Membayarkan makanan dari sebuah restoran untuk keperluan rapat sebesar Rp. 900.000,00 
2) membayarkan pembelian bensin untuk kendaraan dinas Rp.700.000,00 dan membayar tagihan listrik sebesar Rp. 800.000,00 dan membeli benda pos sebesar Rp.400.000,00 di kantor pos. 
3) membayarkan pembelian ATK pada tanggal 18 Maret 2016 sebesar Rp 33.000.000,00 (harga sudah termasuk PPN) kepada CV Betacomp dengan NPWP 06.325.456.3-404.000. Atas pembelian itu CV Betacomp menerbitkan faktur dengan kode nomor seri 020.000-13.00000101. 

Terhadap transaksi tersebut bagaimana kewajiban perpajakan bendahara? 
1) Transaksi Pembelian Makanan 
a) Pemungutan PPh pasal 22 
Pembelian makanan siap saji di restoran pada dasarnya harus dipungut PPh pasal 22, akan tetapi karena nilai pembeliannya di bawah Rp.2.000.000,00 maka atas pembelian tersebut tidak dipungut PPh pasal 22 

b) Pemungutan PPN 
Pembelian makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya merupakan barang yang tidak dikenai PPN sehingga tasa pembelian tersebut tidak dipungut PPN 

2) Transaksi pembelian BBM, listrik dan benda pos 
a) Pemungutan PPh 
Atas pembelian BBM, Listrik dan benda pos tidak dipungut PPh pasal 22 

b) Pemungutan PPN 
Terkait dengan PPN, dalam hal bahan bakar minyak dibeli dari Pertamina maka tidak dilakukan pemungutan PPN. Selain itu, listrik ditetapkan sebagai barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pemungutan PPN sehingga atas pembayaran tagihan listrik tidak perlu dipungut PPN. Sedangkan atas pembelian benda-benda pos karena nilai pembelian di bawah Rp1.000.000,00 maka tidak dipungut PPN oleh Bendaharawan, tetapi dipungut dan disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. 

3) Transaksi pembelian ATK 

a) Pemungutan PPh pasal 22

Pembelian komputer dipungut PPh pasal 22 karena total pembelian telah melebihi nilai Rp.2.000.000,00 Besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut bendahara adalah : Karena nilai pembayaran sebesar Rp.33.000.000,00 maka harus dicari dulu nilai jual sebelum pajak atau dasar pengenaan pajak


Dalam hal CV Betacomp merupakan wajib pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp.4,8 miliar dalam 1 tahun pajak yang dikenai PPh final dengan tarif sebesar 1% sebagaimana diatur dalam Pp No.46 Tahun 2013, dibebaskan dari pemungutan PPh pasal 22 sepanjang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan atau Pemungutan Pph pasal 22 atas nama CV Betacomp yang telah dilegalisasi oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar 

b) Pemungutan PPN

Komputer pada dasarnya merupakan salah satu jenis barang kena pajak, sehingga PPN yang dipungut sebesar:  PPN = Rp.30.000.000,00 x 10 % = Rp. 3.000.000,00


4) Bea Meterai

Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar: 
a) Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00; 
b) Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00. 

5) Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan adalah 
a) melakukan validasi faktur pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak CV Betacomp dengan cara membubuhi cap “disetor tanggal....”
serta membubuhi tandatangan dan memastikan bahwa: 
 Faktur Pajak yang diterima merupakan e-Faktur 
 Keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada eFaktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR Code 

b) menyetorkan PPh Pasal 22 atas pembelian ATK kantor sebesar Rp450.000,00 ke kas negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat pada tanggal 25 Maret 2016 dengan surat setoran atas nama CV Betacomp 

c) menyetorkan PPN atas pembelian ATK sebesar Rp.3.000.000,00 ke kas negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lama tanggal 25 Maret 2016 dengan surat setoran atas nama CV Betacomp 

d) melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga paling lama tanggal 14 April 2016;

e) melaporkan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purbalingga paling lama tanggal 31 Maret 2016 

f) memberikan copi bukti setor elektronik PPh Pasal 22, PPN kepada CV Betacomp.


b. Pengisian Formulir 

1) Pengisian surat setoran elektronik  
2) Pengisian SPT Masa PPh pasal 22
3) Melengkapi SPT Masa dengan Daftar SSP
4) Pengisian SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN
5) Melengkapi SPT dengan Daftar Bukti Pungut 


2. Belanja Jasa 

a. Simulasi Transaksi 
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembayaran untuk pekerjaan pembuatan seragam kantor kepada PT Valino yang beralamat di Jl. Baru No.5 Bogor dengan NPWP No.02.425.347.2-404.000 pada tanggal 3 Mei 2016 dengan menerbitkan faktur pajak bernomor seri 020.000.13.00000875. Dalam perjanjian disepakati bahwa bahan baku kain berasal dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, PT Valino menyediakan bahan tambahan. Imbalan yang disepakati sebesar Rp.33.000.000,00 dengan rincian:


Bagaimana kewajiban perpajakan bendahara? 

1) Pemotongan/Pemungutan PPh
a) Atas pembayaran ongkos pembuatan baju seragam kepada PT Valino dipotong PPh pasal 23 atas jasa maklon sebesar 2% x Rp.25.000.000,00 = Rp.500.000,00 
b) Atas pembayaran bahan tambahan kepada PT Valino dipungut PPh pasal 22 atas belanja barang sebesar 1,5% x Rp.5.000.000,00 = Rp. 75.000,00 
c) Namun apabila tidak ada bukti pendukung atas rincian tagihan diatas jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar Rp.30.000.000,00, sehingga pengenaan pajak yang dilakukan bendahara sebesar 2 % x Rp.30.000.000,00 = Rp.600.000,00 
d) Dalam hal CV Valino merupakan Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak yang dikenai PPh final dengan tarif sebesar 1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013, dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 23 sepanjang CV Valino dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh atas nama CV Valino yang telah dilegalisasi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 

2) Pemungutan PPN
Atas penyerahan jasa maklon dan bahan tambahan tersebut. Bendahara memungut PPN sebesar 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp.3.000.000,00 

3) Bea Meterai Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar: 
a) Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00; 
b) Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00. 

4) Kewajiban Bendahara Kewajiban bendahara pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan atas jasa maklon tersebut adalah 

a) melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak CV Valino dengan cara membubuhi cap “disetor tanggal...” serta membubuhi tandatangan dan memastikan bahwa: 
 Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e-Faktur 
 Keterangan yang tercantum dalam e-faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya melalui pemindaian barcode/QR yang tertera pada e-Faktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR kode)

b) menyetorkan secara elektronik PPh Pasal 22 dan SSP PPN atas nama CV. Valino paling lambat tanggal 10 Mei 2016; 

c) membuat bukti potong PPh Pasal 23 atas PT. Valino; 

d) Menyerahkan copi bukti setor PPh pasal 22 dan PPN, Faktur pajak lembar ke-2; dan Bukti pemotongan PPh Pasal 23, kepada CV Valino. 

e) melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 yang telah dilengkapi dengan bukti setor PPh Pasal 23 atas nama bendahara ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 Juni 2016; 

f) melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 14 Juni 2016; 

g) melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 31 Mei 2016. 


b. Pengisian Formulir 

1) Pengisian Surat Setoran Elektronik 
2) Pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 23 
3) Pengisian SPT Masa PPh Pasal 23
4) Melengkapi SPT Masa dengan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23
5) Pengisian SPT Masa PPh Pasal 22
6) Melengkapi SPT Masa dengan Daftar SSP PPh Pasal 22
7) Pengisian SPT Masa PPN
8) Melengkapi SPT Masa dengan Daftar PPN yang Dipungut Bendahara


3. Belanja Modal 

a. Simulasi Transaksi 

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan rehabilitasi gedung asrama diklat dengan melakukan kontrak perencana pekerjaan kontruksi kepada PT Indoraya konsultan dengan NPWP nomor 02.234.567.8-404.000 (mempunyai kualifikasi usaha) dengan nilai kontrak Rp. 44.000.000,00 (termasuk PPN) 

Terhadap perikatan tersebut sudah dilakukan pembayaran pada tanggal 5 Maret 2016 dengan faktur bernomor seri 020.000-13.00000950. Bagaimana kewajiban terhadap perpajakan tersebut 

1) Pemungutan PPh pasal 4 (2) 

Terhadap pembayaran tersebut dilakukan pemotongan/pemungutan pajak sebesar:


PPh final tersebut dipotong dari pembayaran kepada PT Indoraya Konsultan 

2) Pemungutan PPN 

Bendahara memungut PPN sebesar 10% 

PPN = Rp.40.000.000,00 x 10% = Rp.4.000.000,00 

3) Bea Meterai 

Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar: 
a) Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00; 
b) Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00. 

4) Kewajiban Bendahara 

a) melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak PT Indoraya Konsultan dengan cara membubuhi cap “disetor tanggal...” serta membubuhi tandatangan dan memastikan bahwa: 
 Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e-Faktur 
 Keterangan yang tercantum dalam e-faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya melalui pemindaian barcode/QR yang tertera pada e-Faktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR kode) 

b) membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi paling lama 31 Maret 2016: 

c) menyerahkan copi bukti setor elektonik PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan SSP PPN, Faktur pajak lembar ke-2; dan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2), kepada PT Indoraya Konsultan 

d) melakukan pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) paling lama tanggal 20 April 2016 ke KPP Pratama Bogor; 

e) melakukan pelaporan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor paling lama tanggal 31 Maret 2016.


b. Pengisian formulir 

1) Pengisian Surat Setoran Elektronik
2) Pembuatan Bukti Potong PPh Final Pasal 4 (2)
3) Pembuatan SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2)
4) Pembuatan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 4 Ayat (2)
5) Pembuatan SPT Masa PPN
6) Pembuatan Daftar PPN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa yang merupakan pengganti dari Pajak Penjualan (PPn) yang diterapkan di Indonesia.

Beberapa pengertian yang terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), antara lain: 
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean; 
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang di dalam Daerah Pabean yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong barang mewah; 
3. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruangan udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontingen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; 
4. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya; 
5. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan Pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP; 
6. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang; 
7. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1984 sebagai mana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; 
8. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta, oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; 
9. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya; 
10. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar Pengenaan Pajak. 
11. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut; 
12. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas Jasa kena Pajak tersebut; 
13. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP); 
14. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada bendahara Pemerintah, badan atau instansi Pemerintah; 
15. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penyedia Barang/Jasa adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendahara Pemerintah.


Objek Pemungutan PPN dan PPn BM

Sesuai Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bendahara pemerintah ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan atau instansi pemerintah. Objek pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang/jasa oleh bendahara adalah:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh PKP Penyedia barang/jasa; 
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. PPn BM hanya dipungut oleh bendahara dalam hal PKP Penyedia Barang/Jasa adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah. 


Pembayaran yang Tidak Dipungut PPN dan PPn BM

Pembayaran PPN dan PPn BM dilakukan oleh bendahara, namun terdapat beberapa pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPN dan PPn BM. Pembayaran yang dikecualikan tersebut, antara lain: 
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 
a. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000,00, termasuk PPN dan PPn BM; 
b. PPN dan PPn BM yang terutang atas pembayaran yang jumlahnya maksimal Rp 1.000.000,00 dipungut dan disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. 

2. Pembayaran untuk pembebasan tanah. 

3. Pembayaran atas Penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, dibebaskan dari pengenaan PPN, seperti: 
a. Pembayaran untuk penyerahan BBM oleh Pertamina; 
b. Pembayaran atas rekening telepon; 
c. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; 
d. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4a yaitu atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN. 

Pemungutan PPN dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.


Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: 

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi:
a. Minyak mentah (crude oil);  
b. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; c. Panas bumi; 
d. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakit; 
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan 
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit. 

2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi: 
a. Beras; 
b. Gabah; 
c. Jagung; 
d. Sagu; 
e. Kedelai; 
f. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; 
g. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; 
h. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; 
i. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; 
j. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan 
k. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. 

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak bergAnda karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah; dan 

4. Uang, emas batangan, dan surat berharga. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 juga diatur tentang penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu meliputi: 
1. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; 

2. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya; 

3. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak; 

4. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; 

5. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; 

6. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;

7. pakan ikan;

8. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; 

9. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; dan 

10. unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 
a. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m² (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m² (tiga puluh enam meter persegi); 
b. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; 
c. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan 
d. batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 

11. listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.


Jasa Kena Pajak

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh UndangUndang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:


Jenis jasa yang dibebaskan PPN secara rinci dijelaskan sebagai berikut 
1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi; 
b. jasa dokter hewan; 
c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi; 
d. jasa kebidanan dan dukun bayi; 
e. jasa paramedis dan perawat;
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium; 
g. jasa psikolog dan psikiater; dan 
h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal. 

2. Jasa pelayanan sosial meliputi:
a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo; 
b. jasa pemadam kebakaran; 
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan; 
d. jasa lembaga rehabilitasi; 
e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; 
f. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial. 

3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel. 

4. Jasa keuangan, meliputi: 

a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; 

b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya; 

c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: 
1) sewa guna usaha dengan hak opsi; 
2) anjak piutang; 
3) usaha kartu kredit; dan/atau 
4) pembiayaan konsumen; 

d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan 

e. jasa penjaminan.

5. Jasa asuransi, merupakan jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. 

6. Jasa keagamaan, meliputi: 
a. jasa pelayanan rumah ibadah; 
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah; 
c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan 
d. jasa lainnya di bidang keagamaan.

7. Jasa pendidikan, meliputi: jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. 

8. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan. 

9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. 

10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri. 

11. Jasa tenaga kerja, meliputi: 
a. jasa tenaga kerja; 
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan 
c. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

12. Jasa perhotelan, meliputi: 
a. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan 
b. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

14. Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/ atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran. 

15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. 

16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos. 

17. Jasa boga atau katering. Berdasarkan PMK 18/PMK.010/2015 tentang kriteria jasa boga atau katering yang termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN dijelaskan:
1. Jasa catering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan 
2. Penyajian makanan dan atau minuman di lokasi dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya 
3. Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios dan sejenisnya untuk menjual makanan dan atau minuman baik penjualan secara langsung maupun tidak langsung/pesanan


PPn BM

Selain dikenakan PPN, dikenakan juga PPn BM terhadap: 
1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah 
2. Impor BKP yang tergolong mewah 

PPn BM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah. Tujuan pengenaan pajak atas barang mewah tersebut, antara lain: 
1. Perlunya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; 
2. Pengendalian pola konsumsi barang mewah; dan 
3. Perlunya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional. 

Dengan demikian, yang dimaksud barang mewah adalah: 
1. Barang yang bukan kebutuhan pokok masyarakat. 
2. Barang konsumsi masyarakat tertentu. 
3. Pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi dan menunjukkan status.


Tarif PPN dan PPn BM

1. Tarif PPN 

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif tersebut, harus dengan Peraturan Pemerintah. 

2. Tarif PPn BM 

Tarif PPn BM yang berlaku sekarang ini paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara kepada PKP, sehubungan dengan penyerahan BKP atau JKP, maka PPN terutang pada saat penyerahan BKP atau JKP. Pemungutan PPN dan/atau PPn BM oleh Bendahara dilakukan pada saat dilakukan pembayaran kepada penyedia barang/jasa Pemerintah, dengan cara pemungutan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan/penyedia barang/jasa Pemerintah tersebut.


Faktur Pajak

Sesuai UU PPN pasal 1 disebutkan bahwa Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau pada saat impor BKP. Pada pasal 13 UU PPN disebutkan juga Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Orang atau badan yang tidak dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. 

Faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Faktur pajak dinyatakan memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, sedangkan dinyatakan memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 

Sesuai Perdirjen Pajak Nomor Per-16/PJ/2014 faktur pajak dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak. Faktur ini berbentuk elektronik atau disebut e-faktur. E-Faktur tersebut harus dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; 
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; 
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

E-Faktur harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: 
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; 
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; 
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan 
7. Nama dan tAnda tangan elektronik yang berhak menAndatangani Faktur Pajak


Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM

Dasar pemungutan PPN dan PPn BM yakni berdasarkan jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, maupun pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Penyedia Barang/jasa. Jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN tersebut, termasuk PPN dan PPn BM yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan/atau PPn BM maupun tidak. PPN yang dipungut oleh bendahara adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran (harga yang sudah termasuk PPN). 

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan pajak yang meliputi harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain sesuai PMK 38/PMK.03/2013 ditetapkan bermacam-macam antara lain
1. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau 
2. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 

Contoh: 

Satker Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan perikatan kepada PT Kiriman Kilat untuk pengiriman paket buku sebesar Rp.10.000.000,00. Terhadap perikatan itu bendahara harus memungut PPN sebesar:


Tata Cara Pemungutan PPN dan PPn BM

Tata cara pemungutan dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. PKP selaku penyedia barang/Jasa wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, maka Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. 

2. PKP selaku penyedia Barang/Jasa Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak, apabila dalam penyerahan BKP tersebut terdapat PPn BM yang terutang. 

3. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga: 
a. Lembar pertama untuk Bendahara; 
b. Lembar kedua untuk arsip PKP rekanan/ penyedia barang/jasa Pemerintah; 
c. Lembar ketiga untuk KPP melalui Bendahara pemerintah. 

Setoran Pajak dibuat oleh PKP rekanan dengan nama, alamat dan NPWP dari PKP rekanan/penyedia barang jasa pemerintah yang bersangkutan.


Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPN dan PPn BM

Tata cara penyetoran dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. PPN/PPn BM yang dipungut Bendahara selaku Pemungut Pajak, wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam hal pada hari ketujuh (7) bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya; 
2. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran. 

Tata cara pelaporan dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. Pemungutan PPN/PPn BM yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah harus dilaporkan di KPP tempat bendahara terdaftar paling lambat akhir bulan setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Bentuk pelaporan bagi Bendahara dilakukan dengan menggunakan formulir ” Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Formulir 1107 PUT)”. 
2. Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak sebagai ”Kasir” dari Bendahara Pemerintah (misalnya Proyek jaring pengaman sosial), maka faktur pajak dan SSP diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendahara. Bank yang bersangkutan tersebut berkewajiban untuk memungut dan melaporkannya; 
3. Apabila dalam satu bulan tidak terdapat pemungutan/penyetoran, laporan tetap dibuat dengan mempergunakan laporan nihil. 

Contoh 

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembelian komputer ke CV Wijaya yang beralamat di Jalan Sewu 1 Nomor 14 Bogor, dengan NPWP 01.029.298.0.561.000 dan NPPKP 01.562.358.3-529.000. Pembayaran sebesar Rp. 11.000.000,00 (termasuk PPN) dilakukan pada tanggal 8 April 2016. Bagaimana kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh bendahara?


Kewajiban Bendahara 

a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak CV Wijaya dengan cara membubuhi cap “disetor tanggal....” serta membubuhi tandatangan dan memastikan bahwa 
1) Faktur Pajak yang diterima merupakan e-Faktur 
2) Keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-Faktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR Code) 

b. menyetorkan secara elektronik PPN dan PPh pasal 22 atas nama CV Wijaya paling lambat tanggal 15 April 2016  

c. menyerahkan copi bukti setor ektronik PPh Pasal 22 dan PPN, Faktur pajak kepada CV Wijaya; 

d. melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama tanggal 14 Mei 2016 ke KPP Pratama Bogor;

e. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal14 Mei 2016.